Emosi ibarat air, jika terus diisi akan penuh dan jika tidak dikeluarkan bisa berubah menjadi penyakit. Walaupun secara hakikat air itu bermanfaat, namun membiarkan air tergenang merupakan sumber penyakit.
Emosi pada anak tidak serta merta hadir begitu saja. Faktor komunikasi dan interaksi orang tua bersama anak menjadi sumber emosi bagi anak.Â
Sama seperti air, emosi perlu dikenali. Untuk mencari sumber air saja, seseorang harus menggali sumur dan menemukan mata air. Ada usaha, baru kemudian menikmati jerih payah.
Anak ketika terlahir belum mengenal yang namanya emosi. Anak mendeteksi dari cara orang tua berkomunikasi dan berinteraksi. Maknanya, cara berkomunikasi yang buruk adalah sumber emosi negatif bagi anak, sama halnya seperti pola interaksi.
Permasalahan yang sering dihadapi orang tua adalah ketidaksabaran dalam menghadapi tingkah anak. Akhirnya, orang tua condong mengeluarkan amarah dan tidak mampu mengontrol emosi saat berkomunikasi dengan anak.
Tentu saja, ada orang tua yang sudah memahami tehnik berkomunikasi yang baik dengan anak. Efeknya, anak juga menyerap emosi positif dari orang tuanya.
Sayangnya, tidak sedikit orang tua yang sudah sejak kecil banyak menyerap emosi negatif dari orang tua mereka. Tanpa disadari, pola yang sama juga diterapkan ketika berkomunikasi dengan anak.
Pada hakikatnya anak membutuhkan kasih sayang, kenyamanan dan keamanan. Tiga hal ini tidak didapat kecuali dengan mengalirkan emosi positif ketika berinteraksi dan berkomunikasi bersama anak.
Tekanan pekerjaan dan lingkungan kerapkali menjadikan orang tua keras kepada anak atau bersikap cuek. Lalu, anak menyerap energi negatif yang dibawa pulang orang tua dari tempat kerja.Â
Karena jarang mendapat kasih sayang dari orang tua, anak tidak mempelajari hal yang seharusnya didapat. Akibatnya, anak kesulitan mengontrol emosi saat menghadapi kondisi yang dianggap tidak nyaman.Â