"Ayah, kok Jeslin dan kawan-kawan boleh maen hape"
Begitulah ungkapan anak saya sambil menunjukkan kekesalan sepulang  acara perpisahan di sebuah kafe yang dihadiri wali murid dan sekalian anak-anak juga.Â
Anak saya terus mendesak untuk mendengarkan jawaban kenapa ia tidak dibolehkan bermain hape, sementara yang lainnya bebas memegang smartphone.
Sembari orang tua berkumpul sambil berbincang, anak-anak ternyata 'dibiarkan' memegang hape. Memang sekilas tujuannya baik, agar anak-anak tidak mengganggu orang tua yang sedang berbincang.
Akan tetapi, pola seperti ini pada akhirnya menjadi pelajaran buruk bagi anak. Terkadang, orang tua terkesan sengaja membiarkan anak menghabiskan waktu sembari menonton video anak di smartphone yang sudah disiapkan dari rumah.
Waktu berkumpul yang sejatinya bisa dimanfaatkan anak-anak untuk bermain bersama, eh malah terserap pada layar smartphone. Perlahan namun pasti, anak kehilangan cara memanfaatkan waktu dengan benar.
Bukan hanya itu, nilai kesopanan juga tidak mampu dipahami anak. Karena terbiasa dialihkan ke hape, anak sangat mudah histeris bilamana tidak diberikan tontonan kesukaan mereka.
Alhasil, orang tua pun dengan gampangnya membiarkan anak memegang smartphone agar tidak 'menggangu' ketika berkunjung atau sedang ngobrol sesama teman.
Acara perkumpulan yang sejatinya dapat menanamkan nilai kesopanan pada anak menjadi pengalaman berbeda. Begitu mudahnya anak-anak dialihkan ke smartphone, sehingga aktivitas fisik semakin menurun secara kuantitas.
Pembiaran seperti ini juga berdampak pada orang tua yang tidak membiarkan anak memegang hape. Mendidik anak saat ini jauh lebih sulit dalam hal menanamkan nilai kebenaran.
Anak dengan mudah membandingkan perlakuan yang didapat dirinya dan teman. Apa yang dilihatnya sehari-hari bisa saja bertolak belakang dengan apa yang seharusnya dipahami dengan baik dari orang tua.