Di belakang rumah terdapat lahan kosong dua meter. Jadilah ia lokasi kandang ayam petelur. Ini kali pertama uji coba ayam petelur, sebelumnya ayam kampung.
Lahan yang tidak begitu luas ini setidaknya bisa menghasilkan 2-4 telur/hari. Lumayan lah! harga telur pun lagi naik, minimal bisa menjadi konsumsi skala rumahan.Â
Ayam petelur ini dibeli oleh ayah sekitar tiga bulan yang lalu. Kini ayam sudah masuk umur produktif untuk bertelur dan hasilnya tidak mengecewakan.
Nasi sisa pun tidak terbuang sia-sia. Saat ayam berumur 1-2 bulanan, memang harus diberi pakan khusus. Tapi kini sudah tidak lagi, makanan berupa sisa nasi dan limbah dapur bisa menjadi alternatif.Â
Mengurusnya juga tidak ribet, tidak seperti ayam pedaging (broiler) yang bisa tewas saat mendengar suara petir. Ayam petelur ini juga tidak manja, kalau tidak diberi makan sehari ya masih hidup lah.
Selain untuk diambil telur, ayam ini bisa juga diambil dagingnya untuk dimasak. Ayam petelur sering disebut ayam merah. Dibanding ayam kampung, telurnya lebih besar. Dagingnya juga hampir menyerupai daging ayam kampung pada umumnya.
Kalau ada lahan satu meter pun masih bisa dipakai untuk memelihara ayam pedaging. Bolehlah untuk konsumsi harian daripada harus beli telur selalu di luar.
Beternak ayam juga memberi kesenangan tersendiri bagi sebagian orang. Hitung-hitung masuk katagori rileksasi dan meditasi. Ah, entahlah! Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H