Dalam budaya timur nilai kesopanan kerap diwarisi dalam keluarga turun temurun melalui tutur kata, nasehat, dan tata krama. Adapun saat ini, nilai kesopanan sudah mulai luntur dikarenakan kesadaran akan pentingnya tata krama tidak lagi menjadi prioritas dalam mendidik anak.
Warisan nilai kesopanan kini sedikit sudah bergeser memasuki pusaran budaya barat. Bukan hanya karena faktor tontonan anak yang kian bergeser, namun juga peran orang tua sebagai 'filter' juga semakin memburuk.
Semakin hari akses informasi anak semakin luas. Anak melihat banyak hal yang secara tidak disadari akan menjadi acuan hidup mereka. Buruknya lagi, orang tua dewasa ini juga condong menghabiskan waktu lebih banyak pada smartphone ketimbang membersamai anak.
Sistem pembentukan informasi pada otak anak didominasi input yang diperoleh dari smartphone, sementara apa yang mereka dapat dari orang tua tidaklah seberapa.
Dengan sistem seperti ini anak akan sangat sulit membangun pondasi kesopanan dan membentuk nilai tata krama yang benar sebagaimana orang tua dahulu kala.
Kepada ini penting untuk dibahas?
Kita tidak menyadari bahwa apa yang menjadi kebiasaan akan menjadi sebuah rujukan berpikir dan berpendapat. Bagaimanapun, database kesopanan dan tatakrama sebaiknya diperoleh anak dengan melihat dan mendengar langsung dari orang tua.
Apapun yang dilihat dan didengar oleh anak secara langsung akan menjadi pelajaran yang melekat erat dan terhubung dengan baik pada sistem kerja otak.
Sayangnya, anak-anak yang terlahir pada tahun 90-an ke atas tidak lagi mendapat kesempatan lebih besar untuk melihat contoh nilai kesopanan dengan intensitas yang cukup.
Rujukan nilai-nilai kesopanan dan tatakrama lebih banyak mereka dapatkan dari hasil tontotan. Selain karena akses informasi yang lebih mudah, ini juga disebabkan visi hidup keluarga yang tidak lagi sama seperti yang melekat pada generasi sebelumnya.