Misalnya, orang tua pada era di mana smartphone belum muncul, makan bersama adalah hal yang lumrah di kebanyakan keluarga. Anak lebih mudah belajar adab kesopanan karena langsung melihat cara makan dari rutinitas sehari-hari.
Coba bandingkan dengan anak-anak saat ini, mereka bahkan ada yang tidak mau makan kecuali sambil menonton. Lebih buruk lagi, anak remaja terbiasa dengan makan di kafe atau restauran sambil memegang smartphone.
Kebiasaan tanpa Panduan akan Menjadi Kewajaran
Kita boleh saja berpendapat itu hal yang wajar saja dilakukan karena memang tuntutan jaman. Tapi, ada harga yang harus dibayar di kemudian hari.
Regulasi emosi anak-anak saat ini semakin buruk. Ini terlihat dari kebiasaan mereka yang tidak sabaran. Apa penyebabnya? Jawabannya satu, akses pada smartphone yang bukan pada waktunya.
Percaya atau tidak, perkembangan otak menjadi tidak 'sehat' karena anak terbiasa larut dalam smartphone. Rangkaian input yang masuk ke dalam otak dipicu dengan cara yang tidak relevan, khususnya pada usia 1-3 tahun.
Orang tua semakin sibuk mencari uang di luar rumah dengan tujuan membayar biaya pendidikan anak yang semakin mahal, lalu dengan alasan ini mereka mudah 'membebaskan' anak untuk memegang smartphone.
Akhirnya, pada fase remaja menuju dewasa, anak memiliki pondasi yang sangat lemah akan panduan hidup yang benar. Khususnya pada rumusan nilai kesopanan, adab dan tatakrama, anak bahkan tidak lagi mengerti apa yang sebenarnya dianggap benar.
Makanya, saat ini kita dengan mudah menemukan anak-anak dan remaja yang makan dan minum sambil berjalan, berbicara, dan bahkan sambil berlari kesana kemari.
Ini tentunya tidak terjadi tanpa sebab, anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat. Ada begitu banyak keluarga yang memang mencontohkan kepada anak cara makan dan minum yang salah.
Ada ayah yang minum sambil berdiri, ada ibu yang makan sambil berbicara dengan anak. Parahya lagi, ada ayah dan ibu yang sambil makan dan minum dengan santai menonton lewat smartphone di depan anak mereka yang masih sangat kecil.