Membaca adalah gerbang pengetahuan. Tanpa membaca kita akan ketinggalan banyak informasi penting. Melatih diri untuk membaca cepat bukan hanya membantu kita untuk menyerap banyak ilmu, namun juga terbiasa untuk memahami banyak hal dalam waktu singkat.
Saat ini, sumber informasi sagatlah berlimpah, akan tetapi kemampuan untuk mengakses dan mengingat informasi dengan baik haruslah dilatih agar wadah yang kita punya bisa bekerja maksimal untuk menyimpan informasi.
Di Indonesia, ketertarikan untuk membaca sangatlah minim. Rata-rata remaja di Indonesia lebih suka menghabiskan waktu untuk mengakses internet daripada membaca.
Hasil penelitian UNESCO tahun 2013 menunjukkan bahwa dari 1.000 anak Indonesia, hanya 1 anak yang suka membaca. Sedangkan hasil PISAÂ (Program for International Student Assessment) 2018 Indonesia menduduki peringkat membaca 74 dari 79 negara.
Tentunya, hasil ini setidaknya bisa menjadi referensi betapa lemahnya Indonesia ketika dikaitkan dengan kemauan membaca. Lebih dari itu, waktu yang dihabiskan remaja lebih besar untuk tenggelam dalam media sosial ketimbang membaca.
Membiasakan Membaca Sejak Kecil
Satu hal yang membuat orang Indonesia malas membaca adalah kebiasaan membaca yang tidak dilatih dari kecil. Ini bisa terlihat dari pola asuh orang tua di era digital yang lebih condong membiasakan anak lelap dalam smartphone.Â
Kebiasaan membaca perlu dimulai sedini mungkin. Orang tua memiliki peran penting untuk mengenalkan buku pada anak dengan cara membaca aneka ragam buku di umur 1-3 tahun.
Jika orang tua hanya berharap pada sekolah, maka ini sangatlah tidak mungkin untuk membangun kebiasaan membaca sejak  kecil. Kita sadari bahwa kurikulum yang kita punya saat ini belum sepenuhnya mengakomodir anak didik untuk membangun kebiasaan membaca.
Oleh karena itu, orang tua perlu memulai dari dalam rumah untuk melatih anak terbiasa membaca buku. Membelikan buku untuk anak setiap bulan, mengajak anak ke pustaka, membacakan buku setiap hari adalah tiga cara baik mengenalkan bacaan pada anak.