Sebagai contoh, jika guru matematika memberikan tugas di hari Senin, maka ada baiknya tugas geografi diberikan di hari yang lain. Jadi, siswa bisa fokus mengerjakan satu jenis PR di hari tertentu. Di sini harus ada komunikasi antar guru tentang tugas-tugas yang diberikan ke siswa.
Selain itu, berikan PR yang bervariasi, bisa berbentuk individu, grup dan semi-project. Tujuannya adalah agar siswa bisa saling membantu dalam menyelesaikan tugas dengan kompleksitas yang berbeda.
PR yang masuk kategori mudah bisa diarahkan untuk dikerjakan secara individu, PR dengan level kesulitan menengah bisa diselesaikan bersama-sama, dan PR yang menuntut daya pikir tinggi (higher order thinking) kolaborasi bisa dijadikan sebuah semi-project.
Dengan pengklasifikasian tugas seperti ini, esensi PR akan terarah dan manfaatnya lebih dirasakan.Â
Porsi PR juga bisa dikalkulasi dengan menilai aspek kesulitan dalam pemecahan masalah. Jadinya, siswa menikmati PR karena tujuannya bukan untuk menyulitkan.
Pemberian feedback
Satu hal lagi yang sebenarnya perlu diperhatikan adalah tujuan akhir dari sebuah PR. Saya sering memperhatikan konteks pemberian PR tidak disertai feedback (umpan balik).
Akhirnya, PR hanyalah PR. Siswa tidak mendapat manfaat yang seberapa, terlebih ketika orangtua yang mengerjakan. Seharusnya, apa yang sudah dikerjakan siswa diperiksa dan dipetakan dengan terperinci.
Soal apa yang belum bisa dipecahkan siswa secara mayoritas, tentunya ini menjadi bahan yang nantinya bisa dipakai guru untuk analisa lebih lanjut.Â
Hasil analisa ini bisa bermanfaat untuk tiga hal, pertama untuk menganalisa tingkat pemahaman siswa, mengecek kemampuan siswa dalam konteks materi tertentu, dan bisa juga modifikasi modul belajar jangka panjang.
Dengan analisa yang mendalam, seorang guru bisa secara profesional mendapat gambaran kemampuan siswa secara mendalam, termasuk di dalamnya sisi psikologis dan tingkat kemampuan terhadap jenis materi, mata pelajaran dan juga kemampuan memecahkan masalah.