Tata krama tidak diperoleh melalui pelajaran sekolah secara khusus. Membekali anak dengan tata krama, terkhusus pada cara berbicara terhadap orang yang lebih tua sangatlah penting.
Dengan kemajuan teknologi yang begitu drastis, nilai tata krama tidak lagi menjadi prioritas yang diwarisi orangtua kepada anak melalui aktivitas sehari-hari.
Dulunya, sebelum teknologi memasuki rumah-rumah penduduk, tata krama masih mudah dipelajari dari apa yang dilihat anak sehari-hari melalui komunikasi aktif orangtua dan anak.
Lain dulu lain sekarang. Kehadiran smartphone telah mengikis nilai tata krama dalam kehidupan anak-anak saat ini. Pola hidup yang berubah melalui tontonan membuat kebiasaan rumah tangga berubah.
Saya teringat dahulu tahun 90-an saat televisi masih terbatas, aktivitas banyak dilakukan di luar rumah. Saat keluar rumah lazimnya seorang anak diajarkan untuk meminta ijin kepada orangtua dan memberitahu ke mana hendak bermain.Â
Begitu pula saat makan, anggota keluarga berkumpul di meja yang sama tanpa distraksi apapun. Ya, memang saat itu smartphone belum hadir dan tanpanya hidup terasa lebih dekat antar anggota keluarga.Â
Berbeda sekali dengan keadaan sekarang, di mana anak-anak terbiasa menghabiskan waktu di depan smartphone dan jarang menghabiskan waktu bersama anggota keluarga yang lain.
Adapun orangtua disibukkan dengan rentetan aktivitas yang secara tidak sadar membuat anak kurang terawasi dan jarang membangun komunikasi dengan orangtua.
Kebiasaan menghabiskan waktu di depan smartphone juga tanpa disadari merubah pola komunikasi anak dengan orangtua dan teman-teman. Jenis kosakata yang didengar sangat bervariasi dan sulit memfilter mana yang pantas untuk digunakan.
Di sini ada gap besar yang memutuskan konsep tata krama yang seharusnya dipelajari anak sejak kecil. Terbatasnya komunikasi anak dan orangtua menyebabkan mereka tidak belajar secara langsung dari orangtua.