Bagi pasangan muda, kehadiran buah hati seringnya diikuti dengan rentetan isu yang harus dihadapi. Banyak pertimbangan yang harus dikedepankan oleh orangtua dalam pemenuhan gizi anak.
Menu MPASI memang harus dipersiapkan dengan baik. Faktor umur dan kesiapan pencernaan bayi hendaknya menjadi penilaian awal terhadap jenis makanan yang akan diberikan.
Tidak tertutup kemungkinan perbedaan pendapat kerap muncul, persepsi jenis makanan yang baik pastinya akan berbeda antara orangtua, mertua, dan tanggal tua. hehe...
Dibalik semua itu ada satu hal yang juga tidak boleh disepelekan, yaitu emosi bayi. Makanan yang masuk ke bayi semestinya datang dari orang yang memiliki emosi positif.
Bisa jadi makanan yang dipersiapkan bergizi, namun karena faktor emosi negatif yang menyuapkan, efek makanan pada pencernaan bayi akan berbeda.
Ada sebuah istilah dalam pola pemberian makan bayi disebut emotional eating, di mana orangtua sering merespon emosi anak dengan menyuapi anak makanan. Karena faktor pemberian makanan saat bayi menangis, akhirnya bayi akan mengalami kebingungan akan kebutuhan makanan secara alamiah.
Nah, jika pola ini terjadi berulang, maka kemungkinan besar anak akan mewarisi pola makan yang tidak sehat. Ini bisa terjadi dengan pilihan makanan yag tidak sehat saat anak sedih, kecewa atau marah.
Semua ini berawal dari pola pemberian MPASI yang tidak tepat. Memang pada dasarnya anak di bawah satu tahun memberikan respon dengan cara menangis, baik dengan tujuan ingin makan, pipis, atau tidak nyaman.
Bagi orangtua, bijaklah dalam menerjemahkan tangisan bayi. Jangan sampai setiap saat bayi menangis, orangtua menanggapi dengan menyuapi anak makanan tertentu.
Respon berulang seperti ini akan menyebabkan kebingungan pada anak. Dalam jangka waktu lama, anak bisa menjadi bingung antara makan karena tidak nyaman, atau makan karena lapar.
Emotional needs dan emotional eating harus bisa dibedakan dengan baik. Seorang anak membutuhkan makanan dengan memperlihatkan emosi tertentu untuk menarik perhatian orangtua, namun jangan sampai orangtua menyuapi anak hanya karena mereka menangis.
Menjadi Acuan Anak
Pilihan yang baik dan kelakuan yang benar dipelajari anak dari orangtua. Kedekatan emosional antara orangtua dan anak mesti menjadi pemberi contoh bagi anak.
MPASI pada dasarnya bukan hanya sekadar mengisi perut anak, disini orangtua perlu memberi contoh dengan memilih waktu makan yang tepat, jenis makanan bervariasi, dan cara menyuapi yang baik.
Walaupun bayi dengan umur 6-12 bulan, mereka belajar banyak hal dari bagaimana orangtua memperlakukan anak saat makan. Misalnya, apakah orangtua condong menyuapi anak kapan saja saat anak nangis, atau mampu membedakan tangisan lapar dan tangisan minta gendong.
Seorang bayi akan menafsirkan input yang didapat dari orangtua dengan pemahaman mereka. Penting bagi orangtua untuk mengenalkan waktu makan yang benar kepada anak.
Hal yang sama berlaku pada jenis makanan yang diberikan, kenalkan anak dengan jenis makanan yang berbeda, sayuran, buah, daging dan ikan yang bervariasa.
Kenapa ini penting? Karena anak akan membuat database di otak mereka. Jika makanan yang sering diberikan sama, maka anak akan membentuk pola makan yang sama pula.
Pernah lihat ada anak yang malas makan sayur, menghindari buah, dan memilah jenis ikan yang dimakan? Awal mula berasal dari pola MPASI yang tidak beragam.
Di sini perlu dipahami bahwa tujuan memberi jenis makanan berbeda agar input rasa yang hadir melalui lidah bayi bisa disimpan di otak. Jenis makanan yag bervariasi tidak harus mahal.
Jenis daging, kacang-kacangan, buah dan sayur pada dasarnya bisa didapat dengan gampang dan tidaklah begitu mahal. Porsi makanan bayi ketika dikonsumsi hanya sepersekian persen dari orang dewasa.
Artinya, pemilihaan menu MPASI bisa disesuaikan dengan budget yang ada. Misalnya minggu ini fokus pada sayur dan buah, sementara berikutnya fokus pada daging dan ikan.
Semua menu MPASI perlu diatur dengan takaran yang tepat sesuai kebutuhan bayi merujuk pada umur.Â
Kepala Keluarga harus Tegas
Penentuan menu MPASI bisa berbeda antar orangtua dan keluarga besar. Yang sering terjadi bagi pasangan muda, mereka tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang makanan bayi.
Hal ini menjadi rujukan bagi kakek/nenek atau mertua untuk memberikan apa yang menurut mereka benar. Secara pengalaman mereka bisa benar, tapi secara emosi bisa salah.
Peran kepala keluarga sangat penting di sini. Seorang ayah hendaknya punya sebuah goal saat membesarkan anak. Apakah ingin membesarkan anak dengan pola makan sehat atau sekadar ingin memberi makan anak agar bertahan hidup?
Pada dasarnya jika antara ayah dan ibu memiliki visi yang sama, masalah pemilihan menu MPASI bisa disiati bersama. Yang paling penting adalah komunikasi orangtua dan keluarga besar.
Fokus pada apa yang dibolehkan dan apa yang tidak. Tentunya dengan alasan yang dapat diterima kakek/nenek atau mertua. Apapun itu, adab kepada orangtua juga harus dijaga agar tidak menyakiti hati keduanya.
Kebutuhan gizi anak perlu disikapi dengan pemberian jenis makanan yang baik dan pemilihan waktu yang tepat. Faktor emosi juga harus menjadi tolak ukur dalam pemenuhan kebutuhan emosi anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H