Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Bagaimana Seharusnya Peran Orangtua agar Anak Menjadi Kreatif?

11 Agustus 2022   13:56 Diperbarui: 12 Agustus 2022   18:49 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Creativity is being able to see what everybody else has seen and think what nobody else has thought so that you can do what nobody else has done

Pagi ini saya menyempatkan diri membaca sebuah buku yang ditulis oleh John Maxwell yang berjudul how successful people think. 

Dari buku ini saya setidaknya memiliki cara pikir yang berbeda tentang gaya asuh (parenting style).

Seorang teman dekat bertanya ke saya apakah anak terlahir menjadi kreatif? Pertanyaan ini muncul setelah saya membuat status dengan kutipan Creativity is being able to see what everybody else has seen and think what nobody else has thought so that you can do what nobody else has done.

Bagaimana menurut teman-teman semua, apakah anak lahir menjadi kreatif? 

Bagi saya ini sebuah pertanyaan yang bisa kita diskusikan melalui fakta dan realita lapangan.

Dalam buku ini juga tertulis ,"Creativity demands the ability to be unafraid of failure because creativity equals failure", benarkah demikian?

Nah, mari kita bahas lebih dalam. Izikan saya memaparkan sudut pandang saya tentang topik kreativitas. 

Jika merujuk pada tulisan di atas, maka benar bahwa kreativitas memerlukan kemampuan untuk tidak takut akan kegagalan.

Iya, untuk menjadi kreatif seseorang memang harus berani, berani berpikir berbeda dan berani mencoba dan tidak takut gagal. Namun jika kita menarik benang merah, rasa takut itu sendiri berawal dari pola asuh.

Ah, yang benar? Mari sejenak kita mengulang memori masa kanan-kanak dan tanyakan apa yang membuat kita bisa takut kepada sesuatu? Jawabannya ada pada bagaimana kita dibesarkan saat kecil.

Dalam ilmu neurology, rasa takut dan cemas adalah rangkaian koneksi yang terekam di bagian otak bernama Amygdala. Ini adalah bagian otak yang sangat kecil yang berukuran seperti kacang almon.

Letaknya tepat di bawah Hippocampus, dimana bagian otak ini juga memiliki peran dalam kecemasan da rasa takut. 

Baik Amygdala dan Hippocampus keduanya terletak di bawah Cortex, yaitu bagian terbesar otak yang memiliki peran utama merekam apapun. 

Bagaimana Peran Gaya Asuh terhadap Kecemasan?

Pada saat kecil otak manusia belum memiliki input. Bagaimana cara orangtua berkomunikasi dan berinteraksi kepada anak menciptakan input di dalam otak anak secara otomatis.

Uniknya, input bisa baik dan buruk. Khusus untuk rasa cemas dan takut, input masuk ke Hippocampus dan Amygdala. Artinya, jika mayoritas input menetap di cortex, hal yang sama tidak berlaku bagi pegalaman cemas dan takut.

Kenapa ini penting diketahui orangtua? Baik, mari kita jabarkan dengan memahami kutipan berikut ini:

The emotional memories stored in the central part of the amygdala may play a role in anxiety disorders involving very distinct fears, such as fears of dogs, spiders, or flying. 

Bagian Amygdala walaupun kecil memiliki peran penting bagi otak. Memori yang berbentuk emosi disimpan di sini. Artinya, setiap pengalaman yang menciptakan momen masa kecil yang buruk akan menetap di bagian Amygdala.

Contohnya, orangtua mencubit, memukul, membentak atau menakut-nakuti dengan binatang, semua memori ini disimpan oleh otak dan menetap di Amygdala. 

Lalu, saat otak anak sudah berkembang dengan baik dengan berbagai input, pengalaman buruk yang direkam otak tadi akan dijadikan output dalam bentuk kepribadian.

Simpelnya begini, pernahkah teman-teman secara tidak sadar takut akan sesuatu, atau mendengar suara tertentu menjadikan kalian cemas atau takut?

Nah, hal ini adalah sebab peran memori di Amygdala. Apapun input yang menciptakan ketakutan dan rasa cemas yang berasal dari masa kecil akan kembali keluar berbentuk rasa cemas dan takut.

Hal inilah yang menjadi alasan kenapa seseorang bisa cemas dan takut tiba-tiba hanya karena mendengar suara bentakan orang lain atau momen yang emosional, namun tidak memiliki alasan kenapa rasa takut dan cemas bisa muncul.

Efek memarahi, membentak, memukul dan menakut-nakuti anak akan menetap sangat lama di Amygdala, dan buruknya lagi ini tidak bisa dihapus dan dihilangkan. Ini juga yang membuat pola asuh buruk diwarisi ke anak dan seterusnya.

The Hippocampus is the part of the brain that encodes threatening events into memories. Studies have shown that the Hippocampus appears to be smaller in some people who were victims of child abuse or who served in military combat.

Hasil penelitian bahkan memaparkan bahwa, bagian Hippocampus yang merekam kejadian menakutkan menjadi lebih kecil pada mereka yang mengalami kekerasan masa kecil atau mereka yang menjadi tentara melawan musuh.

Lantas, apa hubungannya dengan Amygdala? Seperti saya jelaskan di awal, baik Amygdala maupun Hippocampus memiliki peran penting bagi otak.

Khususnya Hippocampus yang berfungsi penting untuk memori. Jika anak sering mengalami kejadian menakutkan, ancaman, dan semacamnya akan membuat bagian Hippocampus mengerucut.

Apa yang kemudian terjadi? bagian otak lain akan mendominasi dan ini menyebatkan fungsi otak yang tidak proporsional. 

Ringkasnya, bagian otak cortext akan terlebih dahulu mengirim sinyal ke Amygdala dan Hippocampus untuk membuat kesimpulan.

Nah, jika kedua bagian itu mengecil akibat pegalaman buruk masa kecil maka yang terjadi adalah, otak akan mengambil kesimpulan yang salah dan mengambil tindakan yang tidak tepat.

Akhirnya, seorang anak yang mengalami banyak kejadian buruk masa kecil akan sangat sulit memahami mana yang baik dan buruk saat dihadapkan dengan kejadian yang menakutkan atau mencemaskan.

Rasa cemas dan takut pada dasarnya bermanfaat bagi otak untuk membentuk input, namun jika otak merekam input yang berlebihan tentang ketakutan dan kecemasan, maka hal ini berakibat buruk bagi anak.

Hal ini bukan berarti anak harus selalu diperlakukan istimewa tanpa dimarahi. Orangtua perlu menciptakan momen yang berbeda-beda bagi anak. Sesekali marah kepada anak pantas dilakukan, pastinya dengan cara yang baik dan bijak. 

Jelas bukan dengan bentakan atau kekerasan yang menciptakan memori atau input yang buruk pada otak anak. 

Anak harus secara alami mengenal emosi marah dengan ekspresi wajah yang dilihat, namun orangtua perlu menempatkan rasa marah dengan benar.

Otak kita memiliki peran penting merekam apapun. Semua dimulai sejak lahir, dan umur 1-7 tahun adalah masa di mana anak merekam apa saja, yang dilihat, didengar, diraba, dan disentuh.

Maka oleh karena itu, orangtua wajib mengetahui bagaimana efek perkataan, perbuatan, dan perlakuan mereka pada otak anak. Apakah ingin memberi input baik yang membuat otak anak sehat dan berkembang dengan baik?

Atau sebaliknya, Apakah orangtua ingin menanam input negatif yang merusak fungsi otak anak dalam jangka pajang?

Hubungan Kreativitas dan Gaya Asuh

Penjelasan di atas sudah sangat panjang. Ijinkan saya sekali lagi menjabarkan hubungan keduanya. Kembali ke pertanyaan teman saya, apakah anak lahir dalam keadaan kreatif?

Jika merujuk pada teori ilmu otak maka jawabannya adalah TIDAK!.

Setiap anak lahir dalam kapasitas yang sama, membutuhkan input agar otak bisa berfungsi. Yang membuat perbedaan besar ada pada cara orangtua berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak.

Intinya, peran orangtua itu sangat BESAR untuk menjadikan anak kreatif. Benarkah? iya, BENAR SEKALIIIIIII dan berkali-kali.

Cara Orangtua memandu anak

Kebiasaan harian dan pola komunikasi orangtua-anak memiliki efek jangka panjang yang bisa membentuk input kreatif pada anak. Pertanyaan seperti "mengapa demikian" "kenapa" dan "bagaimana" punya andil besar membentuk kreativitas.

Saya coba kembali ke bagian kutipan di awal tulisan, "Creativity is being able to see what everybody else has seen and think what nobody else has thought so that you can do what nobody else has done".

Di sini kita bisa memahami bahwa kreativitas adalah kemampuan melihat apa yang diliat setiap orang, memikirkan apa yang tidak orang pikirkan dan melakukan sesuatu yang orang lain tidak lakukan.

Untuk menjadi kreatif, seorang anak memerlukan pola komunikasi yang lebih terarah. Nah, di sini orangtua lah yang berperan aktif.

Anak perlu dibiasakan untuk berpikir out of the box sejak kecil. Misalnya, Biasakan menanyakan kenapa mainan ini warnanya berbeda, kenapa dipakai untuk keperluan tertentu, bagaimana cara kerjanya.

Semua bisa dimulai dengan sesuatu yang gratis dan juga murah. Kreativitas dimulai dari sebuah pertanyaan yang berbeda yang menuntut otak berpikir. Tentunya pertanyaan disesuaikan dengan umur anak.

Hindari membohongi anak dengan memberi jawaban yang tidak benar. Ini menjadikan anak pasif dan membentuk pemahaman yang tidak  benar.

Ada orangtua yang sering memberi jawaban sembarangan atau malah marah ketika anak bertanya sesuatu yang mereka tidak ketahui. Padahal, ini awal kreativitas terbentuk di otak anak.

Sebaik mungkin jadilah orangtua yang berilmu, ya pastinya dengan banyak membaca. Jika belum mampu, jangan mematikan jawaban anak dengan muka sinis atau mengucapkan "Udah, ga perlu nanya itu".

Anak-anak lahir dengan rangkaian pengalaman yang menjadikan mereka unik satu sama lain. Ada yang bertanya hal simpel ada yang sekedar ingin tahu.

Yang jelas, pertanyaan yang mereka ajukan harus dijawab dengan jawaban yang bisa dibayangkan anak sesuai umur mereka. Bukan dengan memberi jawaban salah atau menyesatkan.

Anak tidak bisa menjadi kreatif dengan cara yang biasa. Pola komunikasi orangtua harus memancing daya pikir anak agar mereka terbiasa dengan pertanyaan 'kritis' yang membangun.

Mulai dengan fenomena alam, kenapa langit tanpa tiang, kenapa awan bisa memberi hujan, apa manfaat gunung, kenapa air sungai dan laut berbeda?

Bukankah dalam Al-quran Allah memberikan banyak pertanyaan seperti ini? Dan bukankah semua jawabannya telah Allah sediakan? segala sesuatu yang dimulai dengan pertanyaan akan membuat otak kita mencari jawaban yang sejatinya mengantarkan kita pada kreativitas.

Referensi bacaan (1), (2), (3)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun