Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membentuk dan Membangun Kebiasaan Positif dalam Keluarga

24 Januari 2020   12:36 Diperbarui: 24 Januari 2020   12:32 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembiasaan membentuk kebiasaan 

Dalam keluarga ada dua nilai yang kita transfer kepada anak setiap harinya, positif dan negatif. Kedua nilai ini hadir dalam bentuk kebiasaan kita berinteraksi dengan anak kita didalam rumah. Apa yang dilihat dan didengar anak setiap harinya membentuk kebiasaan yang secara otomatis menjadi kepercayaan (belief) dan berujung pada nilai (value). 

Belief dan value adalah dua hal yang membentuk kepribadian anak dalam hidup. Umumnya kedua nilai ini berasal dominan dari pembiasaan dalam rumah dan juga kebiasaan yang dilihat dan didengar di lingkungan tempat seseorang hidup. 

Menariknya, jika dilihat dari sisi parenting (pengasuhan). Pembiasaan komunikasi dan interaksi baik lisan atau perbuatan dalam rumah memiliki efek besar pada kepribadian seorang anak. 

Simpelnya dipahami, anak yang rajin, disiplin, sopan, malas, kotor atau sifat lainnya adalah cerminan dari kebiasaan didalam rumah. Atau mudahnya lagi dipahami, karakteristik sifat yang melekat pada anak adalah cerminan sifat orangtuanya. 

Kira-kira anda percaya atau tidak? Kalau tidak, saya akan buktikan.

Mari kita bahas contoh nyata. Pertama coba perhatikan anak yang rajin, suka membantu, ucapannya baik dan sopan. Jika kita menelusurinya, semua sifat ini berasal dari pembiasaan di rumah. 

Siapa yang membiasakan? Jawabannya tak lain yaitu orangtua. Maka, apa yang dibiasakan oleh orangtua menjadi kebiasaan anak sehingga menjadi dua nilai yang saya sebut tadi :belief dan value. 

Anak yang dibesarkan dengan kebiasaan berbicara lembut dan sopan akan belajar nilai kesopanan saat berbicara, begitujuga anak yang sering diajak membantu orangtua menyapu, cuci piring, membersihkan rumah juga akan tumbuh membawa nilai kebersihan dalam dirinya dan akan menjadi pribadi yang suka membantu. 

Lantas, bagaimana jika orangtua cuek dan apatis? adakah orangtua seperti ini? Jawabannya, banyak sekali. Apa yang dapat anak pelajari dari orangtua dengan kebiasaan seperti ini? Anak akan belajar menjadi pribadi apatis, tidak suka membantu, dan memiliki simpati yang kurang kepada orang lain. 

Segala nilai dalam hidup anak hadir dari rumah. Orangtua yang menjadi sebab anak membawa nilai dalam dirinya yang kemudian menjadi kepribadian. Maka jangan heran kalau melihat anak yang perilakunya tidak baik, ucapannya tidak terjaga, atau bahkan tidak perduli orang lain.

Anak-anak yang membawa nilai seperti ini berasal dari keluarga yang membiasakan hal-hal buruk dalam keluarga. Sebagai contoh, ada orangtua yang ucapannya kasar, saat berbicara dengan anak condong berteriak, menyuruh anak dengan bentakan, atau bahkan sering menjelekkan anak didepan orang lain. Hasilnya, anak mewarisi sifat yang sama dalam hidupnya. Kenapa? Karena pembiasaan yang salah menghasilkan kebiasaan yang salah juga. 

Saya sering melihat orangtua yang mudah sekali marah pada anak. Ucapannya sering mengarah ke negatif ketika berinteraksi dengan anak. Misalnya ucapan, kamu itu saja gak bisa, ah... Dasar anak malas disuruh ga mau, kerjanya tiduran aja, ambil itu sebentar jangan malas, dan rentetan kalimat negatif lainnya. 

Secara tidak sadar anak merekam semua ini dan dia jadikan standar nilai hidup. Karena sudah terbiasa dengan kalimat-kalimat negatif maka bagi itu dianggap wajar, dan akhirnya mereka juga mewarisi sifat seperti orangtuanya. Saat besar mereka mewarisi sifat yang sama ke Naknya lagi dan terus sampai generasi seterusnya. 

Bagaimana mungkin kita menghasilkan anak yang sopan, baik, rajin, cerdas tapi kita membiasakan kata-kata kasar, memberi contoh buruk dalam rumah. Itu hal MUSTAHIL. apa yang kita semak itulah yang akan kita panen. 

Sebagai orangtua kita memiliki pilihan, apakah ingin mewarisi sifat baik atau buruk kepada anak? kita memiliki kekuatan untuk memutuskan anak yang bagaimana yang kita inginkan. Maka, kita harus bertanya kembali ke diri masing-masing, apakah kita sudah memutuskan kita ingin menghasilkan anak yang bagaimana. 

Maka dari itu penting bagi orangtua, ayah dan ibu, untuk memiliki visi dan misi yang sejalur dalam keluarga. Sebuah keluarga harus memiliki kurikulum khusus untuk mendidik anak. Siapa yang harus membuat kurikulum? Ayah lah yang harus melakukannya sebagai kepala keluarga. 

Apa tujuan kurikulum dalam keluarga? 

Saya ingin memberi sebuah logika yang mudah. Seorang arsitek ketika menggambar atau mendesain bangunan harus didukung oleh skil atau ilmu desain yang baik. Hanya arsitek yang handal dengan skil jitu mampu menghasilkan karya bangunan yang memiliki nilai filosofis dalam bangunan yang ia desain. 

Nah, untuk memiliki hasil yang luar biasa seorang arsitek harus lebih dahulu mengivestasi waktu, tenaga, uang yang membutuhkan kerja keras bertahan-tahun lamanya. 

Maka jangan heran jika nilai harga sebuah bangunan hasil desain seorang arsitek handal bisa sampai ratusan juta. Kenapa? Karena ada investasi waktu dan uang yang dihabiskan u tuk menghasilkan sebuah gambar yang spektakular.

Bukankah anak yang hebat lahir dari orangtua yang hebat pula? 

Layaknya arsitek yang mengivestasi waktu dan uang, orangtua juga WAJIB terlebih dahulu mengivestasi waktu untuk belajar menjadi ayah dan ibu yang baik. untuk menghasilkan anak yang sopan, ta'at, rajin dan baik dibutuhkan didikan dari seorang ayah yang punya akhlak yang baik, ilmu agama yang baik, dan kesabaran yang besar, juga pastinya peran seorang ibu yang punya sifat penyayang, lemah lembut, dan ta'at kepada suami. Bukankah semua ini investasi besar? 

Kesalahan terbesar kita hari ini adalah menganggap sekolah adalah tempat anak belajar dan menjadi sukses. Kita lupa bahwa sekolah pertama mulai dari rumah, inilah hakikat sekolah sebenarnya. Kalau rumah kita dalam sehari-hari terdengar ucapan kasar, makian, pertengkaran. lantas, anak seperti apa yang kita harapkan? 

Ayah dan ibu merupakan GURU pertama bagi anak-anak. Ucapan, perbuatan, perilaku, semua ini adalah pelajaran berharga bagi anak. Mereka tidak mendapatkan ini di sekolah. 

Karena rumah adalah tempat lahirnya belief dan value bagi anak. Jika orangtua tidak memahami ini maka hakikatnya mereka tidak memiliki visi dan misi serta kurikulum bagi anak mereka sendiri. 

Sebagai penutup tulisan ini, saya mengajak semua orangtua untuk kembali bertanya sudahkan kita memiliki visi dan misi dalam keluarga, apakah kita memiliki kurikulum resmi untuk anak? 

Kalau jawabannya belum, maka setelah membaca tulisan ini buatlah rapat bersama pasangan anda dan carilah jawaban pertanyaan tadi. Mulailah untuk membuat kurikulum untuk anak anda, karena ini adalah investasi besar untuk keluarga kita semua. 

Percayalah, diakhir hidup kita, saat kita berada di masa tua, yang kita harapkan adalah anak-anak yang memiliki nilai kesopanan, takzim kepada orangtua dan ta'at serta suka membantu orang lain. Maka sungguh sebuah penyesalan di masa tua kita jika anak-anak kita tidak mewarisi sifat-sifat ini dari kita saat kecil. 

Ingatlah! Pembiasaan dalam keluarga akan menghasilkan kebiasaan dalam hidup anak yang nantinya menjadi nilai yang melekat sebagai kepribadian mereka. 

Sebelum terlambat, segera perbaiki cara kita mendidik anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun