Mohon tunggu...
Masyita Crystallin
Masyita Crystallin Mohon Tunggu... Lainnya - Ekonom Senior dan Pakar Ekonomi Hijau

Masyita Crystallin adalah Partner at Systemiq and Head of Asia Pacific Sustainable Finance and Policy. Ia juga menjabat sebagai Co-chair Deputy of Coalition of Finance Minister for Climate Action. Berbekal pengalaman sebagai Staf Khusus Menteri Keuangan RI, Kepala Ekonom di Bank DBS Indonesia dan ekonom Bank Dunia, Masyita telah memainkan peran strategis dalam perumusan kebijakan fiskal dan makroekonomi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, ia juga berperan sebagai Dewan Komisaris Indonesia Financial Group (IFG) yang merupakan holding asuransi, penjaminan dan pasar modal. Masyita menyandang gelar PhD dari Claremont Graduate University. Ia ingin memberikan sumbangsih pada kebijakan ekonomi Indonesia termasuk ekonomi dan aksi iklim global.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dinamika Inflasi dan Optimisme Ekonomi 2025

8 Januari 2025   07:10 Diperbarui: 8 Januari 2025   07:15 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Stabilitas Finansial (Sumber: Freepik/ Racool_studio)

Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia pada Desember 2024 mengalami kenaikan tahunan sebesar 1,5% (yoy), dibandingkan dengan November mencapai angka 106,8. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan harga barang dalam komponen bergejolak sebesar 0,12%, yang sebelumnya pada November mengalami deflasi -0,32%.

Secara keseluruhan, inflasi di bulan Desember masih berada dalam batas yang terkendali. Hal ini mengindikasikan kebijakan stabilitas harga yang berjalan baik, meski beberapa barang mengalami kenaikan harga. Inflasi inti (Core) tetap stabil di angka 2,26%, dan inflasi harga yang diatur pemerintah (Administered) menurun dari 0,82% menjadi 0,56%.

Secara bulanan (mtm), inflasi meningkat 0,44%, lebih tinggi daripada November (0,30%), maupun Desember tahun lalu (o,42%). Peningkatan ini didorong oleh lonjakan harga kebutuhan sehari-hari sebesar 7,02% dan makanan, minuman, serta tembakau sebesar 2,48%. Menjelang akhir tahun, lazim terjadi peningkatan pada kebutuhan pokok. Namun deflasi terjadi pada sektor telekomunikasi dan transportasi masing-masing sebesar -0,27% dan -0,3%, menjadi penyeimbang sehingga tekanan inflasi tidak melonjak tajam.

Pada sektor energi mencerminkan dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, terjadi penurunan harga minyak dunia mencapai USD 73,81 per Barel pada Desember, yang membawa dampak positif pada bahan bakar non-subsidi. Harga bahan bakar non-subsidi seperti pertamina Pertamina Dex dan Pertamax 92 mengalami penurunan masing-masing sebesar -14,8% dan -9,4%.Di sisi lain, harga LPG 50 kg mengalami kenaikan signifikan sebesar 17,9%. Hal ini terjadi karena peningkatan permintaan LPG, menunjukkan dinamika konsumsi khas di akhir tahun.

Baca juga: Lima Tantangan Utama Membangun Pariwisata Indonesia

Di sektor pangan, Harga Gabah kering Giling di level petani maupun di level pabrik penggilingan mengalami penurunan masing-masing -8,9% dan -8,5%, sementara untuk jenis Gabah Kering Panen turun -5,47% dan 5,34%. Harga jenis beras baik di level petani maupun di penggilingan terus mengalami tren penurunan harga meski musim panen telah berlalu (Maret-Oktober), pasar nampak berupaya menyerap gabah petani sisa dari musim panen lalu.

Optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi terlihat semakin meningkat. Indeks Keyakinan Konsumen mengalami kenaikan dari Oktober sebesar 121,1 menjadi 125,86 pada November. Sementara itu, sektor manufaktur mencatat Indeks Pembelian Manajer menjadi 51,2, menunjukkan fase ekspansif sebagai bentuk sinyal positif. Kondisi ini membuat optimisme terbukanya lapangan kerja, meningkatnya pendapatan, seta peningkatan aktivitas produksi dan penjualan dalam beberapa waktu mendatang.

Meski demikian, masyarakat tetap selektif dalam melakukan pengeluaran, terutama pada kebutuhan sekunder dan tersier, termasuk merayakan libur akhir tahun. Pola ini mengindikasikan masyarakat tengah menunggu momentum lebih baik di awal tahun.

Data pinjaman untuk kepentingan industri maupun konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan sejak pertengahan tahun 2024. Meski demikian, level pinjaman masih belum kembali ke kondisi sebelum pandemi. Pada November 2024, jumlah pinjaman sedikit menurun dari Oktober dari 10,44% menjadi 10,109%.

Perilaku selektif masyarakat dalam konsumsi dinilai sebagai dampak dari pengalaman masa pandemi, masyarakat memiliki pola kehati-hatian dan terbiasa lebih bijak mengelola pengeluaran. Bahkan berita kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berdampak langsung pada kenaikan harga barang tidak mempengaruhi inflasi secara signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun