Mohon tunggu...
Hayesta F. Imanda
Hayesta F. Imanda Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Merasa kurang itu penyakit hati yang bentuknya adalah sifat rakus dan tamak; tak ada obatnya selain mencoba untuk merasa cukup, bersyukur dan belajar untuk berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Potensi Kecurangan dalam Pemilu

7 April 2012   05:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:56 2601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelum mengungkap potensi kecurangan dalam Pemilu, terlebih dahulu diingatkan di sini yang akan diungkap bukan kecurangan yang terjadi dan saya ketahui sendiri. Potensi kecurangan lebih kepada perkiraan, sangkaan, peluang, celah, dimana kecurangan bisa terjadi dan dilakukan baik oleh penyelenggara maupun peserta Pemilu.

Dalam hal ini, penyelenggara Pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) di semua tingkatan beserta lembaga penyelenggara pembantu lainnya (PPK, PPS, KPPS, PPDP) dan Badan atau Pengawas Pemilu di semua Tingkan. Sedangkan peserta adalah partai politik atau perseorangan yang dicalonkan atau mencalonkan dan menjadi calon peserta Pemilu yang akan dipilih dalam Pemilu serta tim kampanye atau tim pemenangan Pemilu mereka. Potensi kecurangan pun hanya yang berkenaan dengan penyelenggaraan di lapangan, tidak mencakup kecurangan penggunaan anggaran, pengadaan barang dan jasa dan hal-hal lain yang serupa dengan itu.

Potensi Kecurangan

Berikut potensi kecurangan dalam Pemilu yang disengaja atau pun tidak acap terjadi dan luput atau memang tidak terdeteksi oleh penyelenggara atau pun oleh peserta dan masyarakat:


  1. Daftar Pemilih Tetap (DPT), dalam daftar pemilih terbuka peluang masuknya pemilih yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan Pemilu. Selain pada pelaksanaan Pemilu yang bersifat nasional, masuknya pemilih dari propinsi dan kabupaten lain yang sengaja atau sukarela mendaftar dan/atau didaftarkan oleh petugas pendaftaran pemilih. Masih terdapatnya pemilih yang sudah tidak lagi berhak memilih dalam DPT karena berbagai sebab; anggota TNI/Polri terlebih yang bertugas di lapangan dengan pakaian sipil dan tidak terdeteksi oleh petugas pendaftar pemilih; pemilih yang terdaftar lebih dari satu kali, bisa karena kelalaian petugas dalam menghapus nama pemilih dimaksud atau bisa juga nama pemilih yang terdaftar dengan nama berbeda untuk satu orang pemilih.
  2. Money Politik, penggunaan uang untuk membeli suara pemilih masih efektif digunakan guna mendulang suara sebanyak-banyaknya. Peraturan perundang-undangan Pemilu belum secara efektif bisa menjerat pelaku dan calon yang diuntungkan olehnya, biasanya yang membagi-bagi uang bukan tim kampanye atau sebutan lainnya, tetapi oknum yang dabayar untuk melakukan itu. Sehingga saat tertangkap basah-pun, sanksi sulit secara langsung bisa dikenakan kepada calon terlebih bila sang calon kemudian dinyatakan terpilih dan terlantik sementara proses penanganan secara hukum belum juga rampung. Beberapa elemen masyarakat masih memiliki prinsip pragmatis "siapa yang memberi uang dia yang dipilih" atau "memilih siapapun sama saja, jadi pilih saja yang memberi uang", menyuburkan praktek politik uang ini.
  3. Penggunaan surat suara Pemilu yang tidak terpakai untuk menambah perolehan suara calon tertentu, praktek ini bisa dilakukan oleh penyelenggara Pemilu di TPS bersama atau sendiri, diketahui atau tidak oleh para saksi, pengawas, pemantau, masyarakat setempat. Dalam peraturan perundang-undangan Pemilu, surat suara tidak terpakai karena ketidakhadiran pemilih harus dinyatakan tidak berlaku dan diberi tanda centang [X], dicantumkan dalan berita acara yang diketahui dan ditandatangani saksi-saksi. Meskipun begitu masih saja terbuka peluang digunakannya surat suara tidak terpakai secara diam-diam atau atas kerjasama antara oknum-oknum yang terlibat di dalamnya.
  4. Terlibatnya secara masif aparat pemerintahan dalam pemenangan calon tertentu, menggiring suara pemilih dan terkadang juga mendikte pemilih untuk memilih calon tertentu. Meskipun peraturan perundang-undangan untuk itu sudah ada, keterlibatan aparat pemerintahan masih kerap muncul. Keterlibatan ini bisa dimulai sejak rekruitmen penyelenggara Pemilu sampai pada saat rapat pleno penghitungan suara dilakukan. Beberapa aduan untuk praktek ini kerap sampai ke meja MK, tapi karena tidak cukup bukti, tidak cukup memengaruhi perolehan suara dan alasan lainnya, kerap kandas dan ditolak.
  5. Berubahnya perolehan suara pada saat rapat pleno penghitungan suara dilakukan. Meskipun pada saat dilakukan penghitungan suara dihadiri oleh para saksi, pengawas, pemantau, dan masyarakat, kecurangan ini masih bisa dilakukan secara diam-dian atau atas kerjasama antara mereka yang terlibat. Sangat mudah menambah entri pada saat dilakukannya penghitungan suara terlebih bila itu dilakukan dengan media komputer, pun penambahan entri secara diam-diam dalam penghitungan manual.


Antisipasi Terjadinya Kecurangan

Untuk mengantisipasi agar kecurangan tidak terjadi, penyelenggara Pemilu, peserta dan juga masyarakat secara luas harus terlibat secara aktif dalan hal pengawasan penyelenggaraan Pemilu di semua tingkat. Keterlibatan secara aktif itu harus pula disertai pengetahuan yang cukup terhadap peraturan perundang-undangan Pemilu, mekanisme serta teknis di lapangan.

Masyarakat, peserta Pemilu baik calon maupun tim pemenangan/tim sukses, para saksi, harus aktif mengawasi jalanya proses penyelenggaraan dan melaporkannya kepada Panwas Pemilu saat ditemukan adanya dugaan kecurangan. kesediaan melapor dan menjadi saksi serta mengumpulkan bukti atas pelanggaran dan kecurangan Pemilu akan sangat berarti bagi tegaknya demokrasi di tanah air. Satu suara menentukan masa depan bangsa, gunakan hak pilih secara cerdas dan bijak, jadi tolok ukur kepemimpinan satu periode ke depan.

Salam Pemilu jujur dan adil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun