Mohon tunggu...
Hayesta F. Imanda
Hayesta F. Imanda Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Merasa kurang itu penyakit hati yang bentuknya adalah sifat rakus dan tamak; tak ada obatnya selain mencoba untuk merasa cukup, bersyukur dan belajar untuk berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Tahun Politik" : Wacana Menggugat Integritas KPK RI

24 Februari 2013   08:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:47 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenang bahwa ada korupsi di negeri ini, bahwa hal itu bisa dilakukan oleh siapa saja. Bahwa kita harus bisa membedakan kata disangka dan tersangka.

Akhir pekan di bulan yang penuh gonjang-ganjing, sepertinya episode "tahun politik" langsung dimulai tanpa prolog. Hebatnya, deklarasi "tahun politik" dilakukan langsung oleh kepala negara entah atas nama partai atau pribadi. Pestapun segera dimulai.

Penetapan plus penangkapan LHI, sang ketua partai berani & bersih, seolah menjadi pembuka. Indonesia terhenyak, antara percaya & tidak. Komentar "kok bisa..." dan "ternyata..." pun terlontar, ironisnya antara yg terpukul dan yg bersyukur nyaris sama jumlahnya.

Yang terpukul oleh penangkapan LHI tentu kader PKS, simpatisan dan mereka yg percaya bhw masih ada partai bersih di Indonesia. Yang bersyukur tentu sebaliknya, bukan anggota PKS, bukan simpatisan dan mereka memang tlh hilang percayanya pd dunia politik kita.

Anis Matta, sang ketua baru PKS, setelah menuding ada "konspirasi" dlm penangkapan LHI, segera mengajak kadernya utk "taubat nasional". PKS seolah baru tersadarkan, bahwa ada sesuatu yang tidak benar di tubuhnya. Konsolidasi partai dilakukan, suara kebangkitan pun menyeruak.

Sementara itu, Demokrat, partai yang berslogan "katakan tidak pada korupsi" terseok, hingga Majlis Tingginya mengambil alih partai. Anas Urbaningrum, setelah hampir dua tahun disangka koruptor dan diminta mundur oleh beberapa petinggi partai mercy itu, melalui pidato SBY sang ketua Majlis Tinggi merangkap Presiden RI, dicabut kewenangannya. Hal ini mempertegas bila SBY sang ketua Majlis Tinggi Partai Demokrat, telah mendapat wangsit soal status Anas dalam prahara Hambalang. Anas akan ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK RI. Draft (menurut istilah Yusril Ihza Mahendra) Sprindik KPK kemudian diketahui telah bocor dan tersebar ke media. Kok bisa...

Wartawan senior Farid Gaban pun menutup akun twitternya @fgaban sesuai janjinya, setelah sempat menulis soal Sprindik bocor dan posisi wartawan silahkan baca di http://t.co/Hil73d0Ql5. Sebuah telaah yang bisa dijadikan cermin oleh rekan sejawatnya dan kita, bahwa ada yang salah pada dunia jurnalistik kita. Salut untuk @fgaban

Kebocoran Draft Sprindik itu ternyata benar, KPK pun membentuk dewan etik. Dan seolah menyusul rivalnya dalam perebutan posisi ketua umum Partai Demokrat, Andi Malarangeng, Anas pun benar-benar kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK RI pada kasus korupsi proyek fasilitas olah raga Hambalang.

Penetapan Anas sebagai tersangka oleh KPK RI, membuktikan bahwa wangsit yg diterima SBY adl benar. Kok bisa....

Kata "konspirasi" pun menegaskan diri, bahwa kemungkinan besar ada, jelas dilakukan oleh pemain politik yg juga bisa menguasai hukum. Penetapan Anas sebagai tersangka, menjadi pukulan hebat untuk kader HMI dan alumninya, untuk pendukung dan orang-orang yg percaya padanya. Duka..

Pun begitu, penetapan Anas sebagai tersangka, menjadi sarana bagi yg membenci dan tak suka padanya untuk segera "menggantung"-nya di Monas. Bahkan beberapa dari para pembenci Anas itu, seolah menyuruh dan memintanya untuk bunuh diri. Tokoh sekaliber Fajrul Rahman pun rela mencukur gundul ramputnya meski hanya dalam unkapanya di twitter (entah di dunia nyata).

Sebagian lain seperti akun twitter @TrioMacan2000 masih percaya, bahwa Anas adalah "korban politik" dan akan terbukti nantinya bahwa dia tidak bersalah. Setelah dua tahun disangka menjadi tersangka bahkan ada yg menyangka sebagai terdakwa, Anas br dua hari ditetapkan KPK menjadi benar-benar tersangka.

Dan sesuai dengan etika pribadi Anas, mengharuskannya mundur dari jabatan ketua umum Partai Demokrat. Alasan yg mungkin sama pd keputusan LHI. Anas, sepertinya menitipkan pesan perlawanan pada KPK dan juga SBY melaului pidato pengunduran dirinya itu, pidato selengkapnya bisa disimak di sini.

Perlawanan yang ditunggu semua orang, palu hakim akan jadi penilai bersalah atau tidak dia. KPK RI harus buktikan Anas layak jadi tersangka. Bila KPK gagal membuktikan Anas layak jadi tersangka, maka kredibilitasnya akan dipertanyakan dan diragukan. KPK pun bisa dinilai ikut bermain di wilayah politik, ranah yg bukan miliknya. Terlebih bila ada bukti, Sprindik Anas itu bocor ke istana.

Pertanyaan berikutnya, pasca LHI dan AU jadi tersangka korupsi, apakah msh ada kemungkinan pembesar partai lain akan juga menghadapi hal serupa? Lalu, bagaimana dg nama dlm laporan keuangan Nazar, Ani dan Ibas. Apakah untuk mereka juga akan ditemukan oleh KPK dua alat bukti?

Nyanyian Nazar ternyata tidak bisa dibilang igauan, ada cukup alat bukti di baliknya. Mari kawal KPK untuk berani tegakkan bandul hukum

Akhir kata, semoha Allah menolong kita untuk tahu dan buktikan yg benar adalah benar dan yg salah adalah salah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun