Mohon tunggu...
MUHAMMAD ILHAMFAUZIANTO
MUHAMMAD ILHAMFAUZIANTO Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Menulis dan mampu memanusiakan manusia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mentalitas Masyarakat Indonesia Dalam Arus Globalisasi Dunia

27 Maret 2023   00:42 Diperbarui: 27 Maret 2023   00:52 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kini banyak sekali perdiskusian yang membahas tentang tutorial menghilangkan seorang inlander dalam diri seseorang, inlander sendiri jika diartikan ialah 'bangsa yang terbelakang' atau pribumi. Indikator seperti ini seringkali ditemukan dalam pembahasan sejarah yang mengulik tentang sosial kemasyarakatan pada era Hindia-Belanda. Lalu segelintir pertanyaan pun terlontar dari mulut kita semua, bagaimanakah mental inlander itu dapat hilang?. Sebenarnya dalam menelisik kasus-kasus seperti ini, dikarenakan adanya beberapa faktor yang menghambat pembangunan terhadap bangsa Indonesia yakni, masyarakat yang bersikap bodo amat dan adanya pola individualisme ekstrem yang terjadi dalam interaksi masyarakat.  Dari dua faktor inilah yang menentukan tujuan untuk merubah pandangan masyarakat pada awalnya pesimis menjadi optimis dalam menggapai suatu cita-cita.

Sebenarnya perlu diingat dan tekankan bahwa adanya mentalitas pembangunan itu pasti sama halnya berkaitan dengan membuat karya seni yang berepisode. Bagaimana tidak dalam kalkulasi para peneliti, untuk dapat mewajibkan sebagai suatu syarat agar masyarakat paham akan nilai budaya yang berorientasi ke masa depan, haruslah dibiasakan agar senantiasa memupuk sikap sebagaimana menjadikan karakter pada diri seseorang itu sempurna misalnya: disiplin murni, percaya pada kemampuan sendiri, dan berani bertanggung jawab. 

Hal tersebut menjadi kunci untuk bisa melawan arus globalisasi kebudayaan Barat pada era saat ini, untuk mengatasi permasalahan seperti ini haruslah menjadi peran orangtua dan juga guru agar senantiasa memberikan pesan serta wejangan misalnya, dengan memberikan contoh yang baik; memberikan perangsang-perangsang yang sudah difilterisasi; adanya persuasi dan penerangan; serta pembinaan dan pengasuhan yang baik dari masa kemasa. 

Dalam konteks memberikan contoh yang baik, seseorang bisa memanfaatkan suatu nilai budaya yang sebenarnya kurang cocok atau berlawanan dengan jiwa pembangunan yang nampak jelas ada dalam diri seseorang, pemikiran positif ke arah yang lebih maju justru akan berdampak baik karena pada hakikatnya adanya nilai budaya yang terlampau berorientasi vertikal ke arah atas, sehingga akan menimbulkan kesadaran tentang suatu kelemahan yang ada pada diri seseorang. Asumsi yang dapat ditarik disini ialah adanya kebiasaan lama yang terkubur dalam diri masyarakat Indonesia, ketika dahulunya masyarakat lebih condong berorientasi ke arah pembesar-pembesar saja, maka contoh yang dapat diambil oleh masyarakat Indonesia kala itu harus sesuai dengan apa yang para pembesar tersebut berikan. Tidak heran sebutan inlander diberikan oleh masyarakat kita.

Lalu setelah adanya contoh yang baik, perlu adanya persuasi atau penerangan. Adanya penerangan ini berguna sebagai media yang memberikan maksud penjelasan terhadap apa yang sudah di contohkan, jadi tidak hanya sekedar memberikan contoh saja alangkah baiknya sebagai untuk bisa merubah sikap manusia, seseorang perlu menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan tersebut dilakukan. serta kapankah momentum manusia untuk memakau prilaku tersebut dalam kehidupan sehari-hari. I

ni banyak dilukiskan dalam poster-poster yang sering dilihat oleh masyarakat, namun jika sudah diberikan edukasi dalam penerangan/ persuasi kuncinya ialah adanya kesadaran yang harus timbul pada diri manusia. Agar cara ini dapat terlaksana dengan baik dibutuhkan pula orang-orang yang memiliki kreatifitasan dalam membuat imajinasi, dari imajinasi inilah ide-ide cemerlang dapat hadir guna untuk menanggulangi permasalahan yang ada.

Jalan selanjutnya merupakan suatu cara yang unik, prilaku ini tidak untuk mengubah arah pandangan mentalitas yang lemah, tetapi untuk menanamkan suatu mentalitas yang baru dalam ranah pembangunan. Aspek demikian ditujukan kepada generasi-generasi yang akan tumbuh menggantikan generasi sebelumnya. 

Seperti pada halnya anak-anak yang harus diasuh, dibina dengan sadar, dan percuma, agar nanti berapa kurun waktu ke depannya akan menjadi manusia Indonesia baru yang bangga akan kemampuannya sendiri, yang memiliki suatu achievement orientation yang tinggi, suatu kehadiran rasa disiplin yang murni, berani bertanggung jawab, dan memiliki suatu rasa peka terhadap mutu. Ada baiknya untuk menanamkan itu  adalah tugas dari ahli pendidikan, namun perlu digaris bawahi penanaman pada sifat-sifat tersebut tidak hanya selalu harus diajarkan pada para pelajar di sekolah, melainkan jauh lebih dulu di lingkungan keluarga.

Beberapa sifat mentalitas yang lemah itu pasti akan terseret ikut terbangun, seseorang tidak dapat menunggu pasif sampai sifat mentalitasnya itu dapat muncul dan tumbuh sendiri. Tentunya usaha untuk mengubah mentalitas itu harus dijalankan semaksimal mungkin, agar dikemudian hari akan terciptanya suatu pembaharuan yang sempurna sehingga menjadi suatu usaha penunjang pembangunan yang penting.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun