Mohon tunggu...
teguh sarwono
teguh sarwono Mohon Tunggu... -

aku seorang yang ingin berbagi dengan sedikit yang kumiliki

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Emansipasi Versus Eksploitasi Perempuan

23 April 2010   04:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:38 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perjuangan RA. Kartini untuk kaum perempuan di Indonesia saat ini telah menampakkan hasil yang luar biasa. Saya sebut luar biasa karena jika dibandingkan dengan keadaan jaman Kartini muda (kecil) dulu, kaum perempuan sekarang keadaannya sangat berbeda jauh. Kalau jaman dulu perempuan harus menerima begitu saja dijodohkan dengan laki-laki yang belum pernah ia kenal, yang usianya kadang jauh lebih tua darinya, untukjadi suami; sekarang sudah banyak (dan bahkan sudah kelihatan umum) perempuan "nembak" (meminjam istilah remaja saat ini) kaum laki-laki. Kalau jaman dulu perempuan harus tinggal di rumah, mengurusi urusan rumah tanggah, tidak boleh pergi ke luar rumah atau di "pingit"; sekarang kita bisa melihat dan menemukan perempuan di berbagai sudut tempat dari pagi sampai tengah malam. Kalau jaman dulu kaum perempuan tidak mengenal bangku sekolah, hanya menjadi "kanca wingking" yang selalu ada di belakang; sekarang kita melihat kaum perempuan ada di semua jenjang pendidikan dan menduduki posisi pimpinan di semua aspek kehidupan.

Emansipasi, yang kami pahami sebagai "kesetaraan" antara kaum perempuan dengan kaum laki-laki pada saat ini telah menjadi hal yang lumrah. Hampir bisa dikatakan bahwa semua orang, baik laki-laki maupun perempuan sungguh telah memahami bahwa antara perempuan dan laki-laki adalah sederajat, setara, bermartabat sama. Kita tidak lagi merasa aneh dengan realitas perempuan yang menjadi pemimpin, melakukan pekerjaan yang dulunya dianggap hanya pantas dilakukan laki-laki. Demikian juga, kita tidak merasa aneh dengan realitas laki-laki yang melakukan pekerjaan yang dulunya dianggap hanya pantas di kerjakan oleh perempuan.

Namun demikian, disamping realitas bahwa perempuan pada saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam hal emansipasi, kita melihat ada beberapa hal yang perlu dicermati lebih lanjut. Kesadaran kaum perempuan akan kesetaraannya dengan kaum laki-laki memang telah mendorong kaum perempuan untuk menunjukkan eksistensi dirinya dengan lebih leluasa. Mereka memiliki kebebasan untuk menentukan dan memutuskan apa yang akan mereka lakukan sesuai dengan keinginan ataupun tujuan hidup mereka. Namun seringkali kebebasan dalam hal mengekspresikan diri dan mengaktualisasikan diri tersebut tanpa di sadari telah membawa kaum perempuan jatuh dalam situasi yang tidak menguntungkan. Dalam arti tertentu, mereka jatuh dalam situasi yang menempatkan mereka sebagai 'obyek' yang menguntungkan pihak lain baik secara ekonomis maupun politis. Atau dengan kata lain, tanpa disadari (khususnya oleh mereka  yang bersangkutan) kaum perempuan telah jatuh dalam situasi 'keterjajahan' terselubung. Popularitas, kecantikan, kesuksesan, dalam arti tertentu telah dibelokkan maknanya untuk membungkus 'pemanfaatan' perempuan demi tujuan politik ataupun ekonomi tertentu.

Sebagai contoh; atas nama peningkatan taraf hidup, maka banyak kaum perempuan yang ikut bekerja membantu suaminya atau bahkan menjadi tulang punggung utama perekonomian keluarga. Hal itu bukanlah sesuatu yang buruk. Namun ketika hal itu tidak disertai dan diimbangi dengan adanya pendampingan dan perlindungan hukum yang cukup, maka muncul banyak praktek ketidakadilan yang merugikan kamu perempuan. Contoh lain; kalau kita cermati saat ini, banyak sekali iklan produk kosmetik dan perawatan kecantikan yang ditawarkan maelalui media massa.  Disamping sisi positif yang ditimbulkan, tanpa di sadari iklan-iklan tersebut membentuk paradigma perempuan tentang kecantikan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh produsen. Disadari atau tidak, ada suatu proses 'penyeragaman' persepsi tentang kecantikan yang terjadi di kalangan perempuan. Misalnya, cantik itu identik dengan rambut lurus, kulit putih, tubuh langsing. Kesemuanya itu diarahkan pada suatu sikap yang mendorong keputusan kaum perempuan untuk menggunakan produk kecantikan yang ditawarkan oleh produsen. Bukan bermaksud mendiskreditkan semua produk kecantikan yang memang memiliki manfaat bagi kaum perempuan, tetapi yang menjadi persoalan adalah munculnya paradigma seragam di kalangan perempuan tentang hakikat kecantikan yang melulu bersifat fisik.

Masih banyak lagi contoh-contoh yang bisa pembaca sekalian tambahkan berkaitan dengan hal ini. Dari semua itu, yang penting untuk kita sadari adalah bahwa saat ini ada realitas yang sebenarnya 'menipu' kaum perempuan yang mengakibatkan mereka jatuh dalam kondisi diperlakukan sebagai obyek.

Maka, sangat penting bagi kita, entah kaum laki-laki maupun perempuan, untuk membangun paradigma yang tepat tentang emansipasi, berusaha mewujudkannya secara tepat sehingga kaum perempuan tidak jatuh lagi dalam situasi yang merugikan, meskipun dalam bungkus yang berbeda....

(bersambung...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun