Ada empat bacaan pada perayaan Jumat Agung (Jumat, 14 April 2017) yaitu Yesaya 52:13 – 53:12; Mazmur 31:2 6.12-13. 15-16.17.26; Ibrani 4:14-16. 5:7-9 dan Yohanes 18:1 – 19:42. Dengan mencermati kisah akhir hidup Yesus seperti direnungkan oleh Yohanes tersebut, tiga bacaan lainnya menjadi lebih jelas maknanya.
Dengan membaca lebih cermat Yohanes 18:1 – 19:42, saya menemukan betapa posisi Yesus sebagai Yang Benar, Sang Kebenaran, dihadapkan secara frontal dengan kepalsuan, kekeliruan, ketidakbenaran..
Sebagai Sang Kebenaran, Yesus benar-benar sendirian. Dia berhadapan dengan kaum agamawan, ulama-ulama Yahudi, Imam Besar Yahudi, prajuri-prajurit dan penjaga Bait Allah, serta tokoh politis yang punya kekuasaan besar, Ponsius Pilatus. Bahkan murid-muridNya pun menyangkal dan mengkhianatiNya. Sekalipun demikian disaat wafat-Nya muncul murid-murid yang selama ini menyembunyikan diri.
Petrus dan Yudas Iskariot, dua murid-Nya terkuak ketidak sejatiannya. Yudas Iskariot, murid-Nya, yang sudah tidak lagi sepaham dengan-Nya, dengan sepasukan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi lengkap dengan lentera, suluh dan senjata, mendatangi Yesus untuk menangkap-Nya., Ketika Yesus menanyakan maksud kedatangan mereka "Siapakah yang kamu cari?" Jawab mereka: "Yesus dari Nazaret." Sampai tiga kali pertanyaan itu diajukan, dengan gagah berani, jantan dan ksatria Yesus menjawab : "Akulah Dia." Yudas terkuak kelemahannya sebagai bendahara. Kelemahan bendahara adalah slinthat-slinthut sembunyikan dan gelapkan uang yang dipegangnya. Ia kongkalingkong dengan ulama Yahudi, menjual Yesus, Guru kehidupan.
Ketika Yesus digerudug, Simon Petrus, yang membawa pedang, menghunus pedang, menetakkannya kepada hamba Imam Besar dan memutuskan telinga kanannya. Kata Yesus kepada Petrus: "Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?" Petrus yang tampil sebagai pembela Yesus, terkuak kerapuhannya. Ia lupa bahwa Yesus lebih hebat sehingga tak perlu dibela. Pembela Yesus adalah Allah, bukan manusia. Gertakannya dengan kekuatan pedang tak dapat menutupi kerapuhannya. Ia tiga kali menyangkal-Nya.
Kaum agamawan, imam besar Yahudi “nabok nyilih tangan” (memukul dengan pinjam tangan). Mereka memperalat pasukan prajurit, perwira dan penjaga-penjaga Bait Allah untuk menangkap Yesus dan membelenggu Dia. Kekerdilan jiwa, kecil nyalinya untuk “face to face” dengan Yesus, main keroyok, menggunakan masa untuk memenangkan pertarungan dengan Yesus yang telah merongrong pengaruh dan wibawa mereka sebagai ulama Yahudi. Bahkan nasihat pembantaian dihalalkan oleh Kayafas ulama besar Yahudi "Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa." Tokoh agama yang seharusnya tokoh religius, pelopor, pembela dan pencinta kehidupan justru merefrenkan nada pembantaian dan pembunuhan. Nasihatnya membuka takbir keaslian dirinya yang penuh kebencian dan kejahatan. Hanya hati yang benci dan jahat melahirkan kenekatan, kesalahan yang jahat.
Kitab Yesaya menggambarkan sebagai ‘kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri” Dan kitab Mazmur mengungkapkannya dengan “Sebab aku mendengar banyak orang berbisik-bisik, — ada kegentaran dari segala pihak! — mereka bersama-sama bermufakat mencelakakan aku, mereka bermaksud mencabut nyawaku.
Ponsius Pilatus, tokoh politis, penguasa juga terbongkar kelemahan dan ketidak berdayaannya. Berhadapan dengan ancaman dan intimidasi tokoh agama yang menghasut massa dan aparat keamanan, ia menemukan diri semakin terpojok. Ketika ia bertanya kepada Yesus: Apakah Engkau Raja?” ia mendapat jawaban "Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku." Kata Pilatus kepada-Nya: "Apakah kebenaran itu?" Dan sebenarnya Pilatus sudah menemukan jawab atas pertanyaan ketika ia menemui orang-orang Yahudi dan berkata: "Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya. Tetapi pada kamu ada kebiasaan, bahwa pada Paskah aku membebaskan seorang bagimu. Maukah kamu, supaya aku membebaskan raja orang Yahudi bagimu?" Mereka berteriak pula: "Jangan Dia, melainkan Barabas!" Barabas adalah seorang penyamun. Kebenaran yang ditemukan Pilatus bahwa Yesus adalah benar. Namun karena semakin terpojok ia menwarkan penyamun sebagai ganti Yesus. Keputusan yang membawanya semakin bermasalah. Akhirnya cuci tangan! Pilatus, penguasa terkuak kelemahannya. Dia ternyata bukan penguasa, tak punya kuasa.
Memang akhirnya Yesus dibunuh. Kebenaran tak dapat dikalahkan. Yusuf Arimatea dan Nikodemus telah menemukan Sang Kebenaran, Yesus, maka tibalah saatnya memproklamasikan dirinya. Yusuf dari Arimatea — ia murid Yesus, tetapi sembunyi-sembunyi karena takut kepada orang-orang Yahudi — meminta kepada Pilatus, supaya ia diperbolehkan menurunkan mayat Yesus. Dan Pilatus meluluskan permintaannya itu. Lalu datanglah ia dan menurunkan mayat itu. Juga Nikodemus datang ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu malam kepada Yesus. Ia membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu, kira-kira lima puluh kati beratnya Mereka mengambil mayat Yesus, mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat.
Pada akhir hidup-Nya saat tergantung di salib, Yesus berkata "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. Dengan model ini Yesus membuka kebenaran bagaimana mengakhiri kehidupan dengan penuh kemenangan, bermartabat dan mulia. Dapatkah kita pada saatnya juga berkata "Sudah selesai?”. Wouw suaatu kematian yang indah!
Oleh karena itu dalam surat Ibrani kita temukan refleksi iman mengagumkan : “Kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah,