Kita saat ini patut bersyukur atas manfaat positif yang bisa kita nikmati dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sedemikian pesat saat ini. Teknologi informasi dan komunikasi berbasis Internet mampu menjembatani perbedaan ruang dan waktu. Itulah yang penulis alami saat ini. Meskipun berada di lokasi dan waktu yang berbeda, tetapi masih dapat mengikuti proses pemilihan kepala daerah (pemikada) DKI 2012. Salah satu kegiatan yang bisa penulis ikuti adalah Debat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang ditayangkan oleh stasiun Jak-TV kemarin malam. Walaupun hanya menyimak tayangan ulang dari situs Youtube yang diinformasikan oleh salah satu kompasianer (catatan: mohon maaf, penulis lupa mencatat siapa yang telah memberikan rujukan situs Youtube tersebut), namun penulis bisa ikut merasakan suasana meriah dan gegap gempita di lokasi penyelenggaraan acara debat tersebut.
Sebelum artikel ini ditayangkan, penulis sempat menyimak beberapa artikel yang ditulis oleh para kompasianer. Pada umumnya, artikel-artikel tersebut mengulas substansi maupun jalannya kegiatan debat antara kedua pasangan calon cagub/cawagub. Tidak sedikit pula yang memberikan komentar dan tanggapan yang mememberikan dukungan positif maupun negatif atas penampilan kedua pasangan tersebut. Oleh karena itu, penulis tidak akan menambah ulasan, komentar dan tanggapan dari sisi substansi yang didiskusikan maupun jalannya acara debat itu sendiri. Tentu saja, penulis memiliki penilaian sendiri atas kualitas acara debat itu secara keseluruhan maupun kualitas penampilan calon masing-masing.
Penulis sempat terhenyak sesaat ketika menyimak reaksi yang disampaikan oleh Fauzi Bowo (FB) kepada pembawa acara dengan mengucapkan kalimat dalam bahasa asing (baca: Inggris), yaitu ... this is our show. Setelah itu melintas beberapa kata dan istilah dalam bahasa asing yang telah dilontarkan oleh FB dan pasangannya, Nachrowi Ramli (NR). Seketika itu juga penulis menghentikan dan mengulang kembali tayangan debat cagub/cawagub DKI tersebut untuk mencermati kata dan istilah asing apa saja yang dilontarkan oleh kedua pasangan calon tersebut. Hasilnya? Penulis mencoba mencatat dan menyertakannya di bagian lain pada tulisan ini.
Memang, tidak ada salahnya cagub/cawagub untuk menggunakan kata dan istilah dalam bahasa asing di acara terbuka seperti debat tersebut. Rasanya, tidak ada undang-undang dan peraturan yang melarang dan/atau membatasi penggunaan kata dan istilah dalam bahasa asing. Apalagi acara debat ini terkait dengan proses pemilihan pimpinan provinsi yang menjadi ibukota negara. Banyak orang menyebut Jakarta tidak saja sebagai ibukota negara, tetapi sekaligus sebagai etalase Republik Indonesia. Hal ini menyiratkan bahwa Jakarta harus mampu menampilkan dirinya untuk mewakili republik ini di tata pergaulan dunia. Sebagaimana kita maklumi, bahasa yang paling umum digunakan dalam komunikasi antar bangsa dan negara saat ini memang bahasa Inggris. Dengan demikian, sudah sepatutnya pemimpin Jakarta, ibukota negara dan etalase republik ini, juga mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
Namun demikian, rasanya penggunaan kata dan/atau istilah dalam bahasa Inggris dalam acara debat kemarin malam agak berlebihan. Apalagi acara tersebut bukanlah suatu kegiatan seminar atau konferensi yang diikuti oleh peserta dari manca negara, melainkan acara yang terutama ditujukan kepada warga Jakarta, yang tentunya sebagian besar menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Selain reaksi 'this is our show' dari FB tersebut, penulis juga sempat mencatat FB menggunakan istilah 'instead of'. Apakah tidak ada kata atau istilah padanan dalam bahasa Indonesia untuk 'instead of'? Terdengar lebih konyol lagi ketika NR melontarkan istilah 'duduk roundtable' saat menjelaskan masalah penangangan keamanan di Jakarta. Sebaliknya, Joko Widodo (JW) melontarkan istilah 'team work', sedangkan Basuki T Purnama (BP) sempat menyebut istilah 'procurement'. Namun, dalam penggunaan kata dan istilah dalam bahasa Inggris ini rupanya pasangan FB-NR mampu mengungguli pasangan JW-BP, seperti catatan penulis berikut ini:
FB-NR:plan of action, key performance indicator, community-centered development, community-based development, performance, short fall, investment, concern, pro growth, pro poor, pro job, pro environment, familiar, security approach, accountable, capacity building, prosperity, early warning system, front line, educate, stakeholder, melting point, manage, conflict of interest, fear factor, law enforcement, multicultural relations, proper, integrated approach, job creation, financing, exercise, stuck, mutual benefit, mutual understanding, clean government, good governance, roundtable, rely, install, electronic announcement, procurement, tendering, statement, ISO international, developer, control, feeder line, feeder bus.
JW-BP:
team work, design, zoning, procurement, high crime.
(catatan: Ada sekitar 2 atau 3 kata lainnya dalam bahasa Inggris yang tidak begitu jelas terdengar diucapkan oleh JW dan BP. Selain itu, penulis menganggap beberapa kata asing seperti sistem, ornamen, orientasi dan sebagainya sudah menjadi kata serapan dalam bahasa Indonesia).
Menurut hemat penulis, alangkah bijaknya jika dalam acara publik bagi warga kedua pasangan calon sedapat mungkin menghindari penggunaan kata dan istilah dalam bahasa Inggris. Memang, seringkali sulit mencari kosa kata padanan dalam bahasa Indonesia untuk, misalnya, 'pro growth' atau 'pro poor'. Mungkin perlu lebih dari dua kata dalam bahasa Indonesia sebagai padanan istilah 'pro growth'. Tentunya itu menjadi tantangan kita bersama, khususnya para ahli bahasa Indonesia untuk mengembangkan kosa kata padanan bagi istilah-istilah bahasa asing yang semakin bertebaran itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H