Pamulangan.
Sebuah Desa kecil bernama Pamulangan. Desa ini mulai mahsyur di era tahun 70 an. Sejak orang-orang mulai mempercayai bahwa kampung baru itu akan memberikan kelayakan hidup bagi masa depan mereka. Maka optimistis masyarakatpun terus meningkat. Seiring berjalan waktu. Kampung Karat tanpa kehidupan kini maju perlahan. Semua dapat dibuktikan dengan berdirinya tempat sembahyang, Sekolah, Kantor desa, dan layanan kecil lainnya. Lambat laun kampung ini menjadi sebuah Kota kecil yang ramai dan padat.
Namun, ada secuil kisah  horor di satu sisi Kota ini. Semua bermula dengan dibangunnya sebuah sekolah pertama. Selayaknya sekolah, badan komite juga membangun sebuah perpustakaan kecil yang diberi nama Pustaka Aksara. Sejak dibangunnya perpustakaan sekolah ini, banyak orang-orang yang memiliki semangat membaca yang tak terbendung, bukan hanya dari kalangan siswa di sekolah itu, namun juga dari masyarakat umum. Sehingga dalam beberapa tahun koleksi di perpustakaan ini meningkat pesat.
Hingga pada suatu hari, Seorang gadis berusia 16 tahun-bernama Sulyana tewas di perpustakaan tersebut. Namun pihak Komite dan dewan sekolah beserta pihak berwajib sepakat merahasiakan peristiwa terbunuhnya Sulyana. Setelah kejadian tersebut pihak Polisi menutup perpustakaan kecil itu dengan sepihak. Perpustakaan yang menjadi wadah menuntut ilmu itu kini tinggal kenangan. warga hanya bisa mengintip dari jendela perpustakaan itu dengan harapan kosong. Dalam benak mereka semua, perpustakaan itu menjadi kuburan bagi Sulayana. Sama halnya seperti mereka mengubur harapan ilmu mereka di perpustkaan tersebut.
....
Pada Tahun 2000-an seorang perempuan bernama Ayyi pulang ke kampung halamanya. Ia merupakan putri Kepala Desa di Pamulangan. Ayyi merupakan gadis sederhana yang memiliki hoby menulis yang akut. Bukan hanya Menulis ia juga terkenal dengan Si Kutu buku.Â
Kepulangan Ayyi bukan tanpa sebab. Ia ingin menuliskan kisah terbentuknya kampung Halamanya tersebut. Kendati Ayyi selalu tinggal di perkotaan besar. Ayyi tetap mudik tiap tahun ke kampung kelahirannya. Gadis ini lahir bersamaan di mana tragedi 89 itu terjadi. Ada sebersik firasat yang tidak mampu dijelaskannya. Firasat itu berkecamuk di Hatinya dan selalu menjadi mimpi gelap baginya. seolah-olah seseorang bertubuh basah kuyup tanpa kepala selalu memanggilnya dari sudut ruang tidurnya.
Sesampainya di kampung halamannya, Ayyi tak lupa mampir ke rumah kakek Tujio. Kakek Tujio pernah menjadi bagian kecil dari ingatannya. Karena titah kakek lah ia kemudian di titipkan ke kota oleh Ayahnya. Ada beberapa pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada Kek Tujio. Namun, Kerap ia diacuhkan oleh kek Tujio. Karena Ayyi bukan merupakan gadis yang pantang menyerah. Ia terus berusaha untuk menemui Pria Tua tersebut.Â
...
"Kek...Kakek....' ada yang mau saya tanyakan ke kakek.....!, gep Ayyi saat kakek dari hutan.
Kek Tujio, tak menggubrisnya. Ia bahkan menganggap Ayyi tak ada. Ia justru berjalan lebih cepat.