Sebut saja namanya Fulan. Profesinya sebagai tukang bangunan. Ia sudah cukup lama bekerja dengan dengan seorang pemborong. Pengalamannya bertahun-tahun membuatnya menjadi sangat mahir dalam membuat bangunan. Ia menjadi salah satu tukang andalan si Pemborong.
Sekian lama ia menjalani profesinya sebagai seorang tukang bangunan, kini sampailah dia pada titik jenuh. Ia merasa kurang adanya perkembangan atas dirinya. Ia ingin keluar dari tim si Pemborong tadi.
"Pak, mohon maaf, sudah sekian lama saya bekerja sebagai tukang. Rasanya sudah saatnya saya istirahat. Mohon ijin, saya ingin keluar dari pekerjaan ini," tutur Fulan di hadapan si Pemborong.
Pemborong itu tentu saja kaget. Apalagi Fulan adalah salah satu tukang andalannya. Tapi bagaimana pun ia tetap menghargai kemauan si Fulan.
"Pak Fulan, sebenarnya saya terkejut dan berat hati dengan permintaan Anda. Tapi... apa boleh buat, bagaimana pun saya bisa mengerti dan menghargai keinginan Pak Fulan. Baiklah, Pak Fulan boleh berhenti. Tapi dengan satu syarat."
"Apa syaratnya, Pak?" sambut Fulan cepat.
"Buatkan saya satu rumah terakhir."
"Oh, baik, Pak. Saya terima syarat itu."
Segera, keesokan harinya, setelah si Pemborong  menunjukkan di mana Fulan harus membangun rumah terakhir itu, Fulan langsung mengerjakan syarat itu.
Tak seperti biasanya, kali ini Fulan mengerjakan rumah itu tanpa memperhatikan kualitas bangunan sebagaimana yang biasa ia lakukan. Boleh dibilang ia mengerjakannnya asal-asalan. Pikirnya, toh ini untuk memenuhi syarat saja. Yang penting segera bisa keluar dari pekerjaan ini.
Tak berapa lama akhir rumah itu terselesaikan. Fulan merasa lega dan segera menghadap si Pemborong.