Mohon tunggu...
Tohirin Sanmiharja
Tohirin Sanmiharja Mohon Tunggu... -

Tohirin Sanmiharja, Dosen al-Islam-Kemuhammadiyahan, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cara Cerdas Menabung Masa Kini

1 November 2014   06:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:58 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak duduk di bangku SD, kita telah diajari untuk gemar menabung. Hemat pangkal kaya. Demikian salah satu pepatah yang menjadi landasan filosofis gemar menabung ini. Dengan menabung berarti kita menyiapkan masa depan atau pun kebutuhan yang akan datang secara lebih baik. Namun menabung saja ternyata tidak cukup (bagaimana yang tidak menabung, ya).Mengapa tidak cukup? Karena kita dihadapkan pada tiga hal:

Pertama, resiko hidup. Resiko hidup terutama adalah sakit kritis dan kecelakaan fatal. Semua orang tak ada yang aman dari dua hal ini. Kedua hal ini membutuhkan dana yang besar, bahkan tak menutup kemungkinan membuat yang bersangkutan meninggal dunia. Jika kita mengalami kedua hal ini pastinya akan membutuhkan dana yang besar. Kalau sudah begini, apakah kita masih bisa terus menabung? Yang ada justru tabungan kita terkuras untuk biaya pengobatan. Kemudian kalau meninggal juga sama, ya. Tabungan pastinya berhenti. Belum ada sejarahnya ada mayat yang rajin menabung, baik tabungan deposito mau pun tabungan biasa.

Kedua, inflasi. Memang benar dengan menabung kita dapat mengumpulkan sejumlah uang. Tapi kita pasti tahun kan, seratus ribu sekarang nilainya tak sama dengan seratus ribu sepuluh tahun yang akan datang. Inflasi menyebabkan nilai mata uang di masa yang akan datang lebih rendah ketimbang masa kini.

Ketiga, pajak. Di samping ada resiko inflasi, resiko berikutnya adalah pajak. PP No. 31 tahun 2000 menegaskan bahwa tabungan di atas Rp 7.500.000,- kena pajak 20%. Sudah kena imbas inflasi, dipotong pajak pula. Sudah jatuh tertimpa tangga.

Lantas apa solusinya? Apa ada cara mengumpulkan uang yang dapat mengatasi ketiga masalah di atas? Apakah ada model tabungan atau apa pun namanya yang jika kita misalnya terkena resiko sakit kritis atau apes-apesnya meninggal tapi tabungan tetap jalan terus? Apakah ada model tabungan atau apa pun namanya yang dapat mengatasi inflasi dan pajak?

Ada. Nama tabungannya adalah TAPRO (Tabungan Proteksi). TAPRO adalah tabungan yang menggabungkan antara unsur proteksi/asuransi dan investasi. Pertama, unsur proteksi inilah yang akan mengamankan Anda dari resiko hidup. Dengan kata lain, jika di tengah perjalanan ternyata Anda terserang penyakit kritis yang membuat Anda kehilangan income dan tentu saja tak mampu lagi menabung, atau pahit-pahitnya Anda meninggal, maka perusahaan akan meneruskan tabungan Anda. Kedua, unsur investasi akan mengatasi masalah inflasi dan pajak. TAPRO memberikan beberapa pilihan investasi yang return-nya jauh melebihi inflasi dan pajak. Kabar baiknya, hanya dengan Rp 300.000,-/ bulan, kita sudah bisa membeli produk TAPRO ini.

Masalahnya adalah; kebanyakan masyarakat kita masih awam dengan asuransi dan investasi. Bahkan tak sedikit yang menganggap negatif kedua hal ini, tak terkecuali kalangan terdidik sekali pun. Pernah saya menawarkan produk asuransi jiwa kepada seorang kawan yang tamatan S2 (magister) malah dijawab; untuk apa kematian diasuransikan? Apa gunanya dapat uang tapi kita mati? Pernyataan ini jelas menggambarkan bahwa yang bersangkutan tidak mengetahui manfaat dan tujuan asuransi yang sesungguhnya.

Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dari 240 juta jiwa penduduk Indonesia hanya sekitar 43,7 juta orang yang memiliki perlindungan asuransi jiwa. Dibandingkan negara-negara anggota ASEAN lainya, Indonesia masih jauh tertinggal. Di Amerika Serikat, Jepang dan Singapura, setiap orang setidak-tidaknya memiliki 1 polis asuransi jiwa atau lebih, sedangkan di Malaysia, 4 dari 10 orang memiliki polis asuransi. Sementara di Indonesia, kurang dari 2 per 10 orang yang memiliki polis asuransi jiwa.

Masyarakat kita belum terbiasa dengan perencanaan keuangan jangka panjang. Ironisnya, bebarapa yang mencoba untuk berinvestasi justru terjebak ke dalam “investasi bodong” yang tak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Akibatnya, mereka gigit jari da tak bisa menuntut apa pun ketika uang mereka dibawa kabur. Mari kita tebarkan budaya berasuransi dan berinvestasi. Sumber: https://allianzindo.wordpress.com/2014/10/31/cara-cerdas-menabung-masa-kini/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun