Pernahkah sesekali berpikir tentang "bagaimana jika...?" aku bukan aku yang selama ini terlihat di cermin. Bagaimana jika orang tua aku bukan orang tua aku? Bagaimana jika tulisan ini bukan tulisan aku? Bagaimana jika selama ini aku hanya berada di dalam mimpi?
Mari bermain-main dengan kemungkinan yang selalu mungkin di semesta ini. Berbicara semesta, kemungkinan-kemungkinan lain dari setiap langkah yang dipilih selalu ada.Â
Selama ini kamu memilih jalur "anak baik", bagaimana jika kamu murni memilih jalur " anak jahat"? Apa kira-kira yang akan terjadi? Bagaimana keadaan masa sekarang dari pilihan di masa lalu yang berbeda dari pilihan yang telah dilakukan di masa lalu? Bedakah? Samakah? Atau makin tidak jelas seperti hidup sekarang yang abu-abu?
Menarik, jika memikirkan "bagaimana jika" itu terjadi, apalagi dibukukan kedalam bentuk cetak. Biarkan pikiran berandai-andai, setidaknya kreatifitas muncul dari sana. Jangan lupa, berbicara semesta maka akan berbicara dimensi-dimensi yang kemungkinan tercipta tetapi belum tersentuh oleh kemajuan teknologi di dimensi ini, mungkin saja dimensi lain sudah lebih maju.
Saya pernah berpikir bagaimana jika terlahir dalam kondisi lain, entah itu jenis kelamin, keluarga, lingkungan, hingga berbeda orang tua. Bukan menyesal dengan siapa aku sekarang, tetapi pikiran tetap berpikir "bagaimana jika...?"
Jangan malu-malu dalam berpikir, otak tidak hanya berfungsi sebagai penghias kepala. Semakin dalam kita menafsirkan segala sesuatu semakin dalam pula ide-ide tak terduga menyapa. Ingat, Einstein juga gagal dalam beratus kali percobaan yang memaksa dia menjadi penemu, bagaimana jika dia berhenti dalam satu kali percobaan yang gagal? Apa yang akan terjadi?
Padang, 07 Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H