[caption id="attachment_190531" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Saya bukanlah penonton TV yang setia, karena TV di rumah lebih sering dikuasai oleh anak-anak dan istri saya. Entah untuk nonton kartun atau sinetron full musik. Kesempatan saya nonton TV biasanya ketika sedang tayangan iklan. Saat itulah saya bisa pindah chanel ke TV berita untuk sekedar mendapatkan berita terkini. Karena pola nonton saya yang lebih mirip “hit and run” itu, maka saya lebih sering mengikuti berita dari running text.
Meskipun tidak “menthelengi” TV setiap hari, beberapa kali saya dibuat tertegun dan merenung oleh tata bahasa atau kalimat yang dipergunakan dalam running text TV kita. Memang running text dimaksudkan untuk menyampaikan berita dengan kalimat singkat, padat dan dimengerti oleh pembaca (penonton TV). Namun demikian aturan bahasa tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena bisa menimbulkan salah tafsir. Seperti halnya dengan Pak Gustaaf Kusno, saya juga pecinta bahasa meskipun bukan ahli bahasa. Dan tentu saja kemampuan saya dalam berbahasa yang baik dan benar masih jauh dibandingkan dengan Kompasioner senior kita.
Inilah beberapa running text yang sempat atau kebetulan terbaca, yang membuat saya tertegun dan merenung.
1.“Bea Cukai Bandara Sepinggan, Balikpapan, cegah penyelundupan sabu-sabu senilai ……”
Running text tersebut sengaja tidak saya sebutkan nilainya, karena memang tidak penting. Lagi pula permasalahannya bukan di nilai sabu-sabunya, melainkan pemakaian kata “cegah”. Pemakaian kata kerja dasar boleh-boleh saja. Kata kerja dasar (tanpa imbuhan) biasanya dipakai untuk kalimat perintah, ajakan atau anjuran. Sayangnya pemakaian kata “cegah” di sini bukan pada tempatnya. Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata “cegah atau mencegah” mempunyai arti : mengusahakan agar tidak terjadi, menghalangi agar tidak bisa maju, menahan agar tidak terjadi, merintangi, melarang. Tafsir pertama, jika kalimat di atas dipaksakan seperti itu, maka running text tersebut tidak ada nilai beritanya. Yang melarang penyelundupan (apalagi sabu-sabu) bukan hanya bea cukai Bandara Sepinggan saja, tapi memang hukum melarang segala jenis penyelundupan. Tafsir kedua, seandainya saya yang membawa sabu-sabu dan diketahui oleh bea cukai Bandara Sepinggan. Yang terjadi adalah saya hanya dilarang masuk bandara dan dipersilakan keluar dari bandara dengan tetap membawa sabu-sabu. Atau mungkin baru sampai tempat parkir saya sudah dilarang masuk, karena membawa sabu-sabu. Padahal berita yang ingin disampaikan oleh running text tersebut adalah “Bea Cukai bandara Sepinggan, Balikpapan, gagalkan (mengagalkan) penyeludupan sabu-sabu senilai ….” Atau “Bea Cukai bandara Sepinggan, Balikpapan, tangkap (menangkap) penyelundup sabu-sabu senilai …”
2.“Robin Gibb, pendiri Bee Gess, tewas dalam usia 62 tahun, di London, Inggris, akibat kanker”
Ketika saya baca running text di atas sampai pada kata “tewas”, pikiran saya langsung melayang-layang. Membayangkan Robin Gibb meninggal dunia karena kecelakaan, musibah, dirampok atau dibunuh. Ternyata akibat penyakit kanker. “Hoalaahhh …. meninggal akibat sakit kanker, kok dibilang tewas,” batin saya. Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata “tewas” mempunyai arti : mampus atau mati karena bencana, musibah, kecelakaan atau perang. Sedangkan mati karena sakit atau karena sudah tua lebih tepat menggunakan kata “wafat atau meninggal dunia”.
3.“Ini adalah gelar pertama Manc. City sejak mereka memenanginya terakhir kali pada 1968”
Running text ini juga lucu. Dikatakan sebagai gelar “pertama” tapi dibagian akhir dikatakan pernah memenanginya pada tahun 1968. Berarti ini bukan gelar pertama karena sebelumnya sudah pernah memenangkan gelar tersebut. Gelar pertama Manchester City di liga Inggris adalah pada tahun 1937. Gelar juara berikutnya tidak bisa lagi disebut sebagai gelar yang pertama. Gelar juara pada musim kompetisi saat ini mestinya gelar juara yang kedua, ketiga atau yang ke sekian kalinya. Yang namanya pertama mestinya hanya terjadi sekali saja.
Inilah beberapa running text “aneh bin lucu” (setidaknya menurut saya) di beberapa TV yang sempat saya saksikan. Mungkin di antara pembaca ada yang ahli bahasa Indonesia, saya akan dengan senang hati menerima masukan untuk menyempurnakan pengetahuan dan pemahaman bahasa Indonesia saya.
Artikel yang tidak begitu terkait
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H