Mohon tunggu...
Mas Teddy
Mas Teddy Mohon Tunggu... Buruh - Be Who You Are

- semakin banyak kamu belajar akan semakin sadarlah betapa sedikitnya yang kamu ketahui. - melatih kesabaran dengan main game jigsaw puzzle. - admin blog https://umarkayam.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pak Kumis Tajam Kapan Pulang?

14 September 2014   20:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:43 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Suatu sore, ketika sedang mengikuti rapat di kantor, tiba-tiba ‘ting ... ting’ bunyi tanda ada SMS masuk. Saya lihat pengirimnya istri saya. Ketika saya buka SMS itu hanya tertulis,

“Bapak cepat pulang”

Khawatir ada sesuatu di rumah, saya pun ijin keluar ruang rapat. Di luar ruang rapat, saya telpon istri saya. Yang terima anak perempuan saya.

“Mana ibu ?”

“Ini Nuning, Pak.”

“Iya. Makanya bapak tanya, mana ibu.”

“Ibuk lagi mandiin adik Raziq.”

“Terus, kenapa SMS nyuruh bapak cepat pulang ?”

“Itu Nuning yang SMS.”

“Emangnya ada apa ?”

“Nggak ada apa-apa.”

“Kalo nggak ada apa-apa, kenapa nyuruh bapak cepat pulang ? Nuning kangen bapak, ya ?”

“Nggaaaaakkkkkkk .... !”

“Ya udah, nanti kalo rapatnya udah selesai bapak langsung pulang.”

“Bawain Nuning jajan !”

Begitu telepon saya tutup, saya merasakan suatu perasaan yang jarang saya rasakan selama ini. Saat itu saya merasa menjadi orang yang paling bahagia di dunia. Perasaan bahagia ketika merasa sebagai bapak yang diharapkan dan ditunggu-tunggu kepulangannya oleh anak perempuan. Perasaan sebagai bapak yang dikangeni oleh anak perempuan, meski dia teriak ‘nggaakkk’. Kalau anak laki saya yang minta, saya tidak merasakan perasaan seperti itu.

Sempat terlintas bayangan, saya pulang kerja disambut oleh anak perempuan mungil. Anak itu berlari dengan gerakan slow motion sambil teriak,

Baapaaakkkkkk ..... !

Seperti di TV-TV itu.

Anak perempuan saya ini selalu menolak kalau dibilang sebagai ‘anak bapak’.

“Nuning anak ibuk, bukan anak bapak.”

“Ya, jelas anak bapak, dong. Wong wajahnya mirip bapak. Dulu yang ngasih nama juga bapak. Yang ngantar sekolah tiap hari juga bapak. Jadi Nuning itu anak bapak.”

“Enggakk ... pokoknya enggak ! Nuning bukan anak bapak. Nuning anak ibuk. Titik !”

“Kenapa Nuning nggak mau jadi anak bapak ?”

“Bapak nggak pernah ngasih uang jajan.”

Memang saya akui, saya termasuk bapak yang jarang ngasih uang jajan ke anak-anak saya. Bukannya tidak sayang anak, tapi bermaksud mendidik untuk hemat dan mengajarkan bahwa tidak semua yang kita inginkan berarti harus kita miliki.

Semenjak saya ditugaskan di selatan P. Sumbawa, frekuensi pertemuan dan komunikasi dengan anak-anak saya jauh berkurang. Jika dulu tiap hari bisa ketemu, sekarang tiga minggu baru bisa ketemu. Pasti itu dirasakan oleh anak-anak saya, terutama yang perempuan, karena dulu tiap hari bertengkar. Sekarang tidak bisa lagi. Sepi.

Jika berkesempatan telpon ke rumah, istri saya sering bilang,

“Itu, anaknya bapak yang perempuan nanya, kapan bapak pulang.”

Kalau saya balik tanya,

“Kangen bapak, ya ?”

Di kejauhan pasti terdengar teriakan,

“Nggaakkk ..... enggaakkk !!!”

Ada keasyikan tersendiri jika berhasil menggoda anak perempuan dan membuat dia marah-marah.

Maka ketika rapat bubar, saya pun langsung nyengklak motor, pulang. Tak lupa saya belikan sekotak kue terang bulan.

“Mana anak cantik bapak ?”

“Tuh, ... lagi main sama temen-temennya.”

Saya panggil dia.

“Nuning ... ini bapak bawakan jajan !”

Dia pun datang.

“Sini anak cantik bapak. Bapak cium dulu.”

“Enggakk .... enggak mau !”

“Kenapa nggak mau bapak cium ?”

“Kumis bapak tajam !” katanya sambil mencomot sepotong kue terang bulan dan langsung berlari balik ke teman-temannya lagi.

Alamak ... anak cantik saya sudah tahu kumis tajam segala. Kenapa tidak pakai alasan ‘bapak bau keringat’ atau ‘bapak belum mandi’ atau alasan lain ? Ini kok pakai alasan kumis bapak tajam. Ibunya saja nggak protes, kok anaknya protes. Hadhuhh ... !

Begitulah, saya dan anak perempuan saya. Bagaikan tom and jerry. Benci tapi rindu. Perasaan bahagia selalu saya rasakan jika dapat telpon atau SMS dari anak perempuan saya.

Suatu hari saya dapat SMS yang membuat saya senyum-senyum sendiri,

“Pak kumis tajam kapan pulang ?”

Tulisan sebelumnya :

Survey Koplak ala Cak Lontong

Tulisan berikutnya :

Morpen (Humor Pendek) Jilid 1


Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun