Morpen #11
Di tengah keramaian kota, Kampret bertemu dengan seseorang.
“Maaf Mas, sepertinya kita pernah bertemu. Tapi di mana, ya ?”
“Iya, ya. Tadi saya juga berpikir begitu.”
“Mas tinggal di mana ?”
“Di jl. Kompasiana No. 2014.”
“Nama Mas siapa ?”
“Nama saya Kampret.”
“Ahh ... kalo gitu Mas ini kakak saya sendiri.”
Morpen #12
Ibu Kampret baru pulang dari dinas luar kota. Bukannya senang ibunya pulang, Kampret justru menangis sekuat-kuatnya.
“Elhoo ... kenapa Kampret nangis ? Bukannya seneng ibu pulang ?”
“Kampret kemarin jatuh, sampe kaki Kampret berdarah.”
“Lho ... kemarin jatuhnya kok baru sekarang nangisnya ?”
“Kemarin mau nangis, ibuk gak ada.”
Morpen #13
Keluarga Kampret baru saja pasang telepon di rumah. Kampret pun mau coba telpon temannya.
“Mau telpon siapa, Pret ?”
“Teman.”
“Dah tau nomer telponnya belum ?”
“Lho, saya mau telpon dia itu justru mau tanya, nomer telponnya dia berapa.”
Morpen #14
Kampret sedang belajar membaca bersama ibunya. Ibu pegang gambar perahu dengan tulisan ‘perahu’ di bawah gambar tersebut.
“Ayo Kampret, coba baca. P-E dibaca ?”
“Pe.”
“R-A dibaca ?”
“Ra.”
“H-U dibaca ?”
“Hu.”
“Jadi, bacanya apa ?”
“Kapal.”
“Kok kapal ?”
“Lha itu, gambarnya kapal, buk.”
Morpen #15
Lagi, Kampret pergi mancing. Kali ini sendirian, tanpa si Sableng. Mungkin mengira ikan bisa dibodohi, Kampret menggunakan gambar cacing sebagai umpan pancingnya. Coba-coba, siapa tahu bisa dapat ikan. Tanpa diduga, umpan gambar cacingnya termakan. Begitu pancing diangkat, Kampret betul-betul berhasil mendapat ..... gambar ikan.
Tulisan sebelumnya :
Barang Yang (Hampir) Tinggal Kenangan
Tulisan berikutnya :
Kampung Jancuk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H