Mohon tunggu...
Mas Teddy
Mas Teddy Mohon Tunggu... Buruh - Be Who You Are

- semakin banyak kamu belajar akan semakin sadarlah betapa sedikitnya yang kamu ketahui. - melatih kesabaran dengan main game jigsaw puzzle. - admin blog https://umarkayam.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kembali ke Niat Awal (Renungan 5 Tahun di Kompasiana)

1 Maret 2016   09:02 Diperbarui: 1 Maret 2016   09:25 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Caption dr kompasiana.com"][/caption]Banyak cara orang merayakan hari spesialnya, salah satunya adalah ulang tahun. Baik ulang tahun kelahiran, ulang tahun pernikahan (bukan perkawinan) atau ulang tahun keanggotaan di sebuah komunitas. Misal, perayaan satu tahun gabung facebook, satu tahun gabung kampret dan yang lain sebagainya.

Saya pun demikian. Saya sudah menyiapkan tulisan yang akan saya posting bertepatan dengan tanggal saya gabung Kompasiana, lima tahun yang lalu. Tulisan tersebut sudah saya siapkan selama kurang lebih enam bulan. Tapi, setelah merenungi apa saja yang terjadi selama lima tahun ‘ngompas’, akhirnya saya batalkan rencana saya untuk posting tulisan tersebut dan saya ganti dengan tulisan ini.

Sekitar empat tahun yang lalu saya membaca tulisan seorang teman yang sempat membuat saya iri sekaligus takjub dan kagum. Teman ini mem-publish data statistik tentang tulisannya sendiri selama satu tahun ‘ngompas’. Dari data tersebut terlihat dan terbaca bahwa dia sudah mem-publish sekian puluh tulisan, yang diganjar HL sekian tulisan, yang masuk trending article (TA) sekian tulisan, sekian ratus komentar, vote aktul sekian, vote inspiratif sekian, vote bermanfaat sekian, vote menarik sekian dan data-data fantastik lainnya.

Mengingat kembali tulisan kawan yang secara usia dan keanggotaan di Kompasiana lebih muda dari saya itu, tebersit keinginan saya untuk melakukan hal yang sama. Tapi saya cukup tahu diri untuk tidak mem-publish statistik tulisan saya, karena apa yang saya capai -baik secara kauntitas maupun kualitas- sangat jauh dari teman yang pernah dinobatkan sebagai Kompasianer Terfavorit tersebut. Saya pun berpikir untuk mem-publish sesuatu yang berbeda dari tulisan teman saya tersebut.

Akhirnya muncul ide untuk mem-publish koleksi lukisan hasil karya saya sendiri dari sejak SMP sampai sekarang. Saya pikir ini berbeda dan unik karena tidak semua orang bisa melukis. Tapi, niat tersebut akhirnya saya batalkan karena khawatir akan penilaian orang, “ini tulisan atau pameran lukisan ?!” Memang, di artikel yang sudah saya siapkan selama kurang lebih enam bulan tersebut, lukisannya lebih banyak daripada tulisannya. Saya pun merenungkan kembali apa niat saya mem-publish lukisan tersebut. Mau pamer ? Bisa jadi dan harus saya akui ada sekian persen niat untuk pamer. Tapi, akhirnya saya batalkan niat untuk pamer lukisan tersebut.

Saya pun menerawang ke belakang lima tahun perjalanan saya ‘ngompas’ di sini. Dari segi produktifitas, saya bukan penulis yang produktif (tulisan edisi ulang tahun ini adalah tulisan yang ke 100. Pas !). Dari segi keaktifan berkomentar, saya pun juga tidak termasuk yang sering berkomentar. Apalagi acara kopi darat kompasianival, satu kali pun belum pernah saya hadiri.

Selama lima tahun ini saya banyak belajar dari tulisan para ‘penghuni kos’ dari rumah kos bernama ‘kompasiana’ ini. Ada tulisan yang menarik, bermanfaat, lucu, sedih, informatif, edukatif dan inspiratif. Namun ada juga tulisan yang tendensius dan provokatif. (Terima kasih kepada admin selaku bapak kos yang telah memberikan kebebasan kepada penghuni kos untuk menyuarakan pendapat dan opininya.) Dari berbagai komentar yang muncul pun saya belajar bagaimana seharusnya mengeluarkan komentar yang bijak dan bagaimana menghadapi komentar-komentar yang kurang berkenan di hati.

Dengan penghuni kos yang mencapai ratusan ribu (maklum kos-kosan gratis), bisa dipahami jika sesama penghuni kos ada yang beda pendapat, adu polemik, bertengkar, mengumpat, tertawa, menangis. Apalagi saat terjadi perseteruan antara PSSI vs KPSI dan saat menjelang pilpres kemarin. Gaduhnya luar biasa. Saking gaduhnya, beberapa penghuni kos sampai terlihat emosi dan lepas kontrol. Parahnya luapan emosi dan adu mulutnya tidak hanya di kamar sendiri (baca ‘artikel/lapak sendiri’) tapi berlanjut di kamar penghuni lain (artikel/lapak orang lain). Hal ini tentu saja membuat risih sang pemilik kamar. Akibatnya beberapa penghuni kamar yang merasa tidak nyaman lagi lebih memilih mlipir, tidak keluar kamar (jadi silent reader). Bahkan sampai ada yang diam-diam keluar, pindah kos-kosan atau kontrak rumah sendiri (buat blog sendiri). Sedangkan beberapa penghuni kos yang suka bikin gaduh alias trouble maker sudah diusir sama bapak kos (baca di-banned akunnya). Beberapa tahun yang lalu, Tante Paku pernah menulis siapa saja yang sudah diusir dari kos-kosan.

Namun alasan kepindahan beberapa teman bukan hanya karena merasa tidak nyaman akibat ulah beberapa penghuni kos. Ada yang karena merasa tulisannya sering disensor admin. Ada juga yang senewen dengan fasilitas K-mobile yang tidak maksimal. Ada juga yang jengkel akut karena susah bahkan tidak bisa login ke akunnya, ketika Kompasiana sedang dalam perbaikan. Saya tidak mengira, seorang teman yang kalau komen di lapak saya begitu renyah dan lucu, tiba-tiba bisa bertengkar hebat dengan penghuni kos lain hanya gara-gara dia mengungkapkan kekecewaannya terhadap dashboard-nya yang sering error.

Beberapa bulan belakangan ini saya merasa kehilangan dan kangen untuk berbalas komen dengan teman-teman lama saya. Ke mana saja mereka? Barangkali sedang asyik di kamarnya masing-masing (jarang atau tidak menulis lagi) atau mungkin sudah pindah kos. Semoga saja mereka hanya sekedar ngambek menulis atau sedang tidak ada ide untuk menulis.

Jika hanya soal ngambek menulis, saya juga pernah mengalami. Pertama kali posting tulisan, saya merasa tulisan saya bagus dan keren sekali. Saya berharap tulisan saya akan dibaca banyak orang dan mendapat banyak komentar. Tapi apa yang terjadi? Tulisan pertama saya hanya dibaca puluhan orang dan tidak ada yang komentar sama sekali. Seperti anak kecil, saya pun langsung ngambek. Nggak mau menulis lagi. Hal ini berlangsung selama enam bulan. Kemudian saya coba menulis lagi. Kali ini agak lumayan, ada dua atau tiga yang komentar. Saya mulai semangat lagi. Tulisan ketiga, saya menulis yang ringan-ringan saja. Soal sinetron. Ternyata banyak komentar karena tulisan saya dijadikan tulisan HL oleh admin. Saya heran dan bertanya-tanya, tulisan yang saya anggap tulisan ecek-ecek alias nggak mutu, kok malah jadi tulisan HL. Saya bingung mikir selera admin dan bagaimana kriteria dalam menentukan tulisan layak HL. Saya pun makin semangat menulis, meski masih angin-anginan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun