Mohon tunggu...
Mas Teddy
Mas Teddy Mohon Tunggu... Buruh - Be Who You Are

- semakin banyak kamu belajar akan semakin sadarlah betapa sedikitnya yang kamu ketahui. - melatih kesabaran dengan main game jigsaw puzzle. - admin blog https://umarkayam.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Soal Capres 01 vs 02, Jangan Terlalu Pro, Jangan Terlalu Anti

27 Desember 2018   22:08 Diperbarui: 27 Desember 2018   22:20 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam agama Islam ada ajaran yang mengatakan (kurang lebih),

  • Sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengah
  • Janganlah kebencianmu kepada suatu kaum/seseorang menyebabkan kamu berlaku tidak adil kepada suatu kaum/seseorang tersebut

Ibarat sebuah timbangan, maka sebisa mungkin kita berada di tengah-tengah timbangan tersebut. Tidak berat sebelah, baik ke kanan atau ke kiri. Adil atau netral, bukan berat sebelah atau plin-plan. Ajaran ini juga mengingatkan kita untuk tidak berbuat sesuatu yang melampaui batas, terlalu berlebihan, ekstrem atau fanatisme yang membabi buta.

Mendekati ajang pemilu makin ramai di media sosial orang saling memuji, saling menyanjung, saling mendukung, saling mencemooh, saling memaki, saling mengumpat, saling menghina, saling memfitnah hanya karena berbeda pilihan dalam pemilu. Kedua kubu saling menyerang jagoan kubu yang lain, serta menyanjung setinggi langit jagoan yang mereka dukung. Bahkan, entah saking semangatnya atau saking bodohnya atau mungkin karena saking fanatiknya, para pendukung kedua calon sering mengeluarkan kata-kata atau statement yang sudah jauh menyimpang atau sudah di luar konteks pemilu. Itulah salah satu bahaya dari fanatisme yang membabi buta, orang sudah tidak bisa obyektif lagi, tidak bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya, tidak (mau) tahu mana yang benar dan mana yang salah. Apapun yang dilakukan oleh jagonnya selalu dianggap benar, sebaliknya apapun yang dilakukan oleh jagoan dari kubu sebelah selalu dianggap salah.

Para pendukung selalu menganggap bahwa calon yang didukungnya adalah calon pemimpin yang paling sempurna. Mereka lupa bahwa siapa pun Presidennya hanyalah manusia biasa. Sehebat-hebatnya seorang Presiden tetap saja tidak bisa menyenangkan semua orang. Jangankan Presiden, seorang Nabi bahkan Tuhan pun tidak bisa menyenangkan semua orang (bagi orang yang tertutup hatinya). Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan, termasuk seorang Presiden. Jangan berharap seorang Presiden sanggup menyelesaikan seluruh permasalahan bangsa pada saat yang sama. Semua butuh proses dan prioritas, mana yang harus diselesaikan lebih dulu.

Dari tujuh Presiden yang pernah memimpin Republik ini, semuanya telah berusaha memenuhi tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin negara ini. Terhadap prestasi yang telah mereka capai, sudah selayaknya kita mengapresiasi dan menghargainya. Terhadap kegagalan mereka tidak usahlah kita mengolok-oloknya. Jadikan sebagai pelajaran bagi kita supaya tidak terulang, karena belum tentu juga kita bisa mengerjakannya jika kita yang dipilih jadi Presiden. Semua Presiden mempunyai plus dan minus.

Presiden pertama, Soekarno, sang proklamator. Beliau sangat disegani di dunia internasional, namun selama beliau memimpin selama 21 tahun (1945 -- 1966) kondisi dalam negeri masih belum bisa tertata dengan baik. Sering terjadi pemberontakan. Ekonomi belum juga membaik. Bisa jadi situasi saat itu yang mengharuskannya. Sebagai negara yang baru merdeka, pengakuan dunia internasional sangatlah diperlukan/lebih diprioritaskan. Selain itu, penampilannya yang 'good looking' sangat mempesona kaum hawa, sehingga beliau juga dikenal sebagai 'penakluk wanita'. Satu sisi kehidupannya yang tidak pernah habis jadi bahan perbincangan, baik yang pro maupun yang kontra, mengingat status beliau sebagai kepala negara.

Presiden kedua, Soeharto (1966 -- 1998). Digelari sebagai Bapak Pembangunan. Di masa Presiden Soeharto memang pembangunan mulai digalakkan. Penyusunan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah berhasil menentukan tujuan pembangunan kita. Kondisi ekonomi mulai membaik, kesejahteraan rakyat mulai meningkat. Sayangnya pembangunan yang tidak merata di seluruh wilayah membuat beberapa daerah merasa iri dan ingin memisahkan diri dari NKRI. Kedekatan diri dan keluarganya dengan segelintir konglomerat yang kebanyakan beretnis China juga menjadi masalah karena mereka dianggap menguasai sebagian besar kekayaan negeri ini.

Pendekatan keamanan yang beliau terapkan berakibat ganda. Satu sisi rakyat betul-betul merasakan hidup aman dan nyaman, namun beliau tidak segan untuk bertindak represif jika ada yang berupaya menentangnya atau mengkritiknya. Seperti pada kasus 'petrus' (penembak misterius). Masyarakat merasa aman namun penembakan terhadap pelaku kejahatan dianggap melanggar hak asasi manusia karena mengeksekusi tanpa melalui proses peradilan. Majalah atau koran yang berusaha 'vokal' pasti akan langsung dibungkam alias dibredel oleh Pemerintah. Demokrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kestabilan politik yang tercipta adalah kestabilan politik 'ala Soeharto'. Setiap lima tahun memang ada pemilu namun pemenangnya sudah bisa ditebak jauh sebelum pemilu digelar.

Presiden ketiga, B.J. Habibie (1998 -- 1999). B.J. Habibie adalah langganan Menteri Riset & Teknologi pada kabinet era Presiden Soeharto, sebelum ditunjuk menjadi Wakil Presiden pada tahun 1997. B.J. Habibie naik menjadi Presiden setelah Presiden Soeharto dipaksa mundur akibat krisis ekonomi. Meski hanya sebentar menjabat sebagai Presiden, namun banyak perubahan terjadi semenjak beliau menjadi Presiden.

Keran kebebasan pers dibuka selebar-lebarnya. Ibarat kuda yang baru lepas dari kandangnya, koran dan majalah baru bermunculan bagaikan cendewan yang tumbuh di musim hujan. Selain pers, bidang politik pun juga menikmati kebebasan serupa. Akibatnya, bermunculan partai politik baru, di luar tiga partai politik lama. Masyarakat pun semakin kritis dan bebas untuk menyampaikan kritik kepada siapa saja, termasuk kepada pemerintah dan lembaga negara. Sesuatu yang sangat tidak mungkin bisa dilakukan pada masa Presiden Soeharto.

Pada masa Presiden B.J. Habibie ini salah satu propinsi (Timor Timur) lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sangat disayangkan oleh banyak kalangan. Namun apa boleh buat, referendum yang digelar memutuskan untuk berpisah dari NKRI dan mendirikan negara Timor Leste.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Hantu Pocong Lembang, Hiburan Siang di Jalan Macet!

5 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun