Mohon tunggu...
Mas Teddy
Mas Teddy Mohon Tunggu... Buruh - Be Who You Are

- semakin banyak kamu belajar akan semakin sadarlah betapa sedikitnya yang kamu ketahui. - melatih kesabaran dengan main game jigsaw puzzle. - admin blog https://umarkayam.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bersatu Kita Runtuh, Berpisah Aku (Mungkin) Akan Jaya ...

27 Oktober 2012   15:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:19 1535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1332322736847686287

[caption id="attachment_169990" align="aligncenter" width="720" caption="(koleksi lukisan pribadi)"][/caption]

Ada yang (masih) bisa baca kaligrafi aksara Jawa di atas? Jika tidak, ini bacanya, baris atas “Crah Agawe Bubrah", baris bawah "Rukun Agawe Santoso”. Artinya kurang lebih “Perselisihan/pertengkaran akan membawa/mengakibatkan perpecahan, kerukunan akan membawa/mengakibatkan aman, sejahtera, sentausa”. Lukisan ini diilhami oleh perangko seri Sumpah Pemuda (awal tahun ’80-an) dengan gambar tangan yang menggenggam gulungan kertas. Saya ambil silhuete-nya.

Bangsa kita yang terdiri dari berbagi macam suku, agama, ras, budaya dan bahasa memang sangat berpotensi untuk mengalami perpecahan. Dan seperti kita lihat di sekeliling kita sekarang ini banyak sekali perpecahan yang terjadi, yang kadang-kadang hanya disebabkan oleh masalah yang sepele.

Salah satu contoh betapa “hobinya” bangsa kita dengan perpecahan adalah banyaknya partai politik. Partai banteng merah nan besar pecah menjadi beberapa partai banteng kecil, partai pohon beringin nan rindang juga beranak menjadi beberapa partai baru (meskipun tidak memakai gambar pohon beringin), partai ka’bah hijau juga “direnovasi” menjadi beberapa partai ka’bah kecil. Alasan perpecahannya pun macam-macam. Ada yang merasa pemikiran/idenya tidak dihargai. Ada yang karena gagal jadi ketua umum kemudian bikin partai baru sekalian mengangkat dirinya sendiri jadi ketua umum. Ada pula yang merasa geregetan, sebagai mayoritas tapi kok tidak pernah menang pemilu. "Bersatu Kita Runtuh, Berpisah Aku (Mungkin) Akan Jaya". "Bersatu Kita Runtuh, Berpisah Aku Pasti Jadi Ketua".

Contoh lain dari “hobi” memisahkan diri ini adalah kasus pemekaran wilayah di beberapa daerah. "Untuk mempercepat pemerataan pembangunan" adalah alasan yang paling “laku dijual” oleh beberapa tokoh masyarakat untuk menuntut pemekaran wilayah. Padahal bukan itu alasan sebenarnya. Ada yang karena sakit hati dengan pemimpinnya. Ada yang ambisi karena ingin jadi bupati atau kades. Ada yang karena merasa daerahnya kaya hingga tidak mau hasil dari daerahnya dibagi dengan daerah lain. Salah satu contoh yang lucu sekaligus memprihatinkan adalah tawuran warga desa karena pemekaran wilayah (saya lupa nama daerahnya). Sebelum terjadi pemekaran wilayah, sebuah desa (sebut saja D) masuk wilayah kecamatan A. Ketika kecamatan A dimekarkan menjadi kecamatan A dan B, sesama warga desa terlibat bentrok karena mereka terpecah. Sebagian warga ada yang ingin tetap masuk wilayah kecamatan A, sebagian ingin masuk wilayah kecamatan B. Aneh !

Di cabang olah raga ada sebuah fenomena yang cukup unik, tetapi belum ada penelitian tentang fenomena ini. Di bangsa yang katanya punya budaya gotong royong ini, cabang olah raga beregu yang membutuhkan kerja sama tim, justru memble prestasinya. Bola volley, memble. Bola basket, memble. Baseball softball, memble. Sepakbola apalagi, super memble. Justru di cabang olah raga peorangan kita punya prestasi yang cukup membanggakan. Bulutangkis punya tradisi juara. Angkat besi mulai menunjukkan prestasinya. Tenis lapangan pernah bersinar di era Yayuk Basuki. Panahan pernah merebut medali perak olimpiade. Tinju diwakili generasi Elyas Pical dan sekarang Chris John.

Suatu hari saya nonton film tentang perjuangan di TVRI. Saya gak tahu apa judulnya karena gak dari awal nontonnya. Ada sebuah adegan yang cukup membuat saya merenung. Dikisahkan sedang terjadi perundingan di markas tentara Belanda. Tiga orang mewakili pihak pejuang Indonesia. Setelah perundingan selesai, tiga pejuang Indonesia tersebut pergi meninggalkan markas Belanda ke tiga arah yang berbeda. Seorang tentara Belanda yang melihat kejadian tersebut merasa heran dan bertanya kepada komandannya.

“Kenapa mereka pergi ke tiga arah yang berbeda, padahal datangnya dari arah yang sama ?”

Sang komandan tersenyum dan sambil tertawa kecil menjawab,

“hehehe …. Ya, begitulah pejuang Indonesia. Mereka tidak punya tujuan bersama. Mereka lebih mementingkan ego masing-masing … hehehe”

Ungkapan ini kayaknya cocok dengan kondisi saat ini. Atau mungkin kita harus dijajah bangsa lain terlebih dulu hanya untuk menumbuhkan jiwa dan semangat persatuan. Entahlah.

Salam persatuan nasional. Salam Bhinneka Tunggal Ika.

Ditulis dalam rangka peringatan ke 84 Hari Sumpah Pemuda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun