Perhelatan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sudah sampai pada ujungnya. Setiap tahun ajang PPDB selalu ditemukan hal baru. Peraturan baru terutama yang menimbulkan rentetan baru-baru berikutnya. Padahal PPDB sudah ada dan berjalan sejak dan selama sekolah berdiri, namun selalu terjadi hal-hal yang menimbulkan ketidakpuasan pengguna (baca masyarakat).
Peraturan yang baru dan berbeda dengan tahun sebelumnya itu bagus. Dengan menggunakan peraturan yang berbeda dengan tahun sebelumnya akan mengurangi resiko kecurangan.Â
Oknum baik pejabat maupun masyarakat yang sudah mempersiapkan kecurangan dengan peraturan sebelumnya akan gagal. Pada PPDB dengan menggunakan nilai Ujian Nasional (UN) sebagai syarat penerimaan ke jenjang berikutnya.
Banyak sekolah yang mencurangi UN agar nilainya bisa memenuhi jumlah minimal tahun sebelumnya untuk menuju sekolah favorit. Berbeda lagi dengan sistem zonasi, banyak masyarakat yang menggunakan kesempatan dengan membuat surat domisili yang dekat dengan sekolah yang menjadi incarannya.
Banyak alasan untuk memasuki sekolah yang diinginkan (terutama orang tua siswa) agar dapat diterima. Sekolah negeri yang berlebel 1 (satu) biasanya mejadi pilihan pertama calon siswa. Alasannya bangunannya mentereng, fasilitasnya lengkap, guru-gurunya sudah senior, prestasinya banyak, lulusannya banyak yang sukses.
Dengan adanya animo masyarakat yang besar terhadap sekolah negeri yang berlebel favorit, maka sekolah pun menjadi punya posisi tawar yang tinggi. Sekolah bisa menentukan harga misalnya untuk pemeliharaan gedung dan fasilitas yang tidak mungkin terbiayai dari bantuan pemeritah. Sekolah favorit jadi mahal.
Pada sisi lain, adakah jaminan bahwa guru-guru senior bisa mendidik lebih baik dari yang masih yunior? Ini tergantung keseniorannya. Kalau senior dan mau meng-update diri, itu guru yang bisa dipertanggungjawabkan keseniorannya.Â
Tetapi kalau hanya senior dalam hal pengalaman masa kerja sedangkan tidak pernah menyesuaikan dengan perkembangan zaman, maka guru tersebut tidak bisa disebut dengan guru senior.
Sedangkan prestasi yang banyak itu bermula dari sedikit. Mula-mula satu, dua ,dan seterusnya menjadi banyak. Siswa sekolah manapun yang didik dengan sungguh-sungguh pasti akan berprestasi dalam berbidang yang menjadi minat dan bakatnya.
Bagaimana dengan lulusan yang sukses? Biasanya masyarakat menilai kesuksesannya dari tingkat  jabatan (terutama birokrasi), kekayaan, dan keterkenalan. Apakah sekolah yang disebut favorit sebagian besar (kalau diteliti) lulusannya menjadi orang yang seperti tersebut?
Sekolah yang sudah berlebel favorit akhirnya mejadi lebih mahal dari sekolah yang biasa-biasa saja. Jumlah siswanya juga lebih banyak dari sekolah yang lainnya, karena pihak sekolah beralasan bahwa tidak kuasa menolak siswa yang akan bersekolah di sekolah tersebut karena berbagai tekanan baik dari pejabat maupun masyarakat.