Tulisan ini dikutip sebagian dari buku "Cinta, Seksualitas, dan Matriarki" karya Erich Fromm, milik Kang Denny Arditya. (makasih dah boleh minjem Kang..) Dalam buku ini, Erich Fromm secara eksplisit memilih "orientasi pasar" adalah relasi antarpribadi yang paling mempengaruhi sekaligus paling merusak hubungan antara laki-laki dan perempuan. Lebih lanjut beliau menguraikan bahwa rata-rata manusia saat ini benar-benar sendiri dan merasa sendirian. Manusia merasa dirinya sebagai sebuah komoditas, bahwa manusia merasa nilainya bergantung pada kesuksesannya, bergantung kepada nilai jualnya, bergantung pada pengakuan dari orang lain. Manusia merasa tidak bergantung pada nilai guna dari kepribadiannya, bukan pada kekuasaannya, tidak pada kapasitasnya untuk mencintai, tidak pada kualitas-kualitas manusianya -- KECUALI jika dia bisa memasarkannya, kecuali jika dia cukup sukses, kecuali jika dia diakui orang lain. Inilah yang dimaksud beliau dengan "orientasi pasar". Hal ini berarti harga diri dari sebagian besar masyarakat saat ini sangat goyah. Mereka tidak merasa diri mereka berharga dengan acuan-acuan mereka sendiri, tapi karena diakui oleh orang lain, karena mereka dapat menjual diri mereka sendiri, karena orang lain berkata; "Dia seorang lelaki yang menakjubkan" atau "seorang perempuan yang mencengangkan". Secara alamiah, ketika perasaan harga diri bergantung pada orang lain, maka ia menjadi tidak pasti. Setiap hari adalah pertempuran baru, karena setiap hari kita harus meyakinkan orang lain, dan kita harus membuktikan kepada diri kita sendiri bahwa kita melakukan semuanya dengan benar. Hal ini memaksa kita untuk selalu menjadi istimewa, dan kepribadian kita harus senantiasa berubah menurut "mode" yang paling mutakhir. Akibatnya adalah, kita senantiasa membutuhkan seseorang yang dapat setiap waktu menenangkan kita; "Kamu baik-baik saja, Kamu sudah melakukan yang benar, Kamu melakukan semuanya dengan sangat baik". Akibat lainnya, ketika seseorang juga membuktikan nilai seseorang dengan pilihan yang tepat; orang HARUS menjadi model mutakhir, DAN juga memilki hak dan kewajiban untuk jatuh cinta pada model mutakhir pula. Orientasi Pasar (seperti yang terlihat dalam iklan-iklan) juga menuntut peran-peran yang sangat terpola untuk tiap jenis kelamin. Laki-laki harus agresif dalam bisnis dan lembut di rumah, dia harus disukai oleh siapa saja dan juga harus memiliki perasaan yang mendalam terhadap keluarganya, dan lain sebagainya. Perempuan malah menghadapi tuntutan yang lebih besar lagi.. Jika pilihan-pilihan dalam hubungan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan diciptakan berdasarkan orientasi pasar, berdasar peran-peran yang sangat terpola, maka satu hal yang pasti terjadi; masyarakat menjadi bosan. Bosan dalam artian menjadi bosan sendirian dan lebih buruk lagi, menjadi bosan bersama-sama. Banyak orang mengatasi kebosanan ini dengan solusi yang ditawarkan oleh kebudayaan kita; pergi ke pesta, minum-minum, main kartu dan juga mencandai diri mereka sendiri setiap hari dan malam. Ada pula yang berfikir sesuatu bisa diubah dengan berganti pasangan ataupun selingkuh, seperti yang dicontohkan oleh para selebriti kita. Masyarakat tidak melihat bahwa pertanyaan utamanya bukanlah "Apakah saya dicintai?" yang berkembang menjadi pertanyaan "Apakah saya telah membuktikan? Apakah saya dilindungi? Apakah saya dikagumi?". Pertanyaan utamanya justru; "Dapatkah saya mencintai?" Untuk dicintai dan "jatuh cinta" adalah hal yang sangat mudah untuk sementara waktu, sampai Anda menjadi bosan dan membosankan. Tetapi untuk mencintai, "tegak dalam cinta" seperti apa adanya, adalah tantangan buat kita semua. Jika manusia tidak sanggup sendirian dengan dirinya sendiri; jika manusia tidak dapat dengan cerdas tertarik pada orang lain dan dirinya sendiri, maka manusia tidak bersama-sama dengan manusia lain tanpa menjadi bosan setelah beberapa saat. Mari sama-sama berkaca..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H