Mohon tunggu...
fajar sodik
fajar sodik Mohon Tunggu... profesional -

Antara ada dan tiada...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Tidak Lantas Identik Diponegoro

28 Maret 2014   00:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:22 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1395915008401143045

Suatu ketika, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Budi Cahya Purnama (Ahok), yang juga anak buah Prabowo, menyampaikan kepada public bahwa Prabowo adalah keturunan Pangeran Diponegoro. Mungkin, pernyataan tersebut dimaksudkan sebagai strategi Public Relations (PR) untuk mengangkat pamor Prabowo, minimal agar orang Jawa bisadigiring untuk mempersepsikan Prabowo mirip dengan Pangeran Diponegoro. Pernyataan dan pengakuan tersebut tentu sah-sah saja.

Sebagai orang Jawa,saya sangat menghargai perjuangan dan kemasyuran Pangeran Diponegoro, yang meski kalah taktik dengan Belanda, namun pengorbanan Diponegoro untuk bangsa memang layak untuk diteladani. Identitas yang sudah terbangun dalam benak orang Jawa adalah bahwa sosok Pangeran Diponegoro selalu hidup dan mati demi perjuangan rakyat.

Pertanyaannya adalah, apakah penghargaan yang sama akan diberikan kepada semua keturunan Pangeran Diponegoro? Untuk menjawab pertanyaan tersebut,selain kita harus banyak belajar tentang sejarah, yang tidak boleh dilupakan adalah mengetahui ruh yang sudah terbangun dalam sosok Pangeran Diponegoro. Dengan menyelami sosok Diponegoro yang sebenarnya, kita mengetahui benar, apa yang membuat Diponegoro dihargai, bahkan diagungkan oleh masyarakat Jawa.

Mungkin, tim sukses dan para konsultan yang menggawangi strategi pencitraan Prabowo lupa atau kurang jeli dalam membuat kesimpulan,sehingga mereka tidak mengetahui bahwa Pangeran Diponegoro dihargai bukan karena dia seorang Pangeran (Keturunan Raja). Diponegoro diagungkan masyarakat Jawakarena beliau begitu komitmen untuk selalu memperjuangkan masyarakat dari belenggu penjajah Belanda. Terlebih lagi, pada saat itu, ada banyak Pangeran yangkeberadaaannya bukan saja tidak dihargai, tapi justru dibenci oleh masyarakatJawa, karena perilakunya yang sewenang-wenang. Dan tidak sedikit pangeran yang lebih memilih ikut Belanda dan menikmati segala kemewahan, daripada memperjuangkan hak-hak pribumi.

Yang kemudian menjadi aneh adalah upaya simbolisasi keturunan Pangeran Diponegoro yang dilakukan oleh tim pencitraan Prabowo. Seiring dengan pengakuan sebagai Keturunan Diponegoro, mereka memoles sosok Prabowo hanya dari sisi fisiknya, dengan memunculkan Prabowo sedang menaiki kuda, membawa keris, diiringi oleh para pengikutnya.Itu artinya, para pendukung Prabowo dan konsuntan PR-nya hanya mampu melihat sosok Pangeran Diponegoro dari kulitnya saja.

Padahal, Pangeran Diponegoro begitu mendapat tempat di hati orang Jawa bukan karena dia gagah dengan kuda tunggangannya, serta selalu membawa keris kemana pun dia pergi. Diponegoro dihargai justru karena kebersahajaannya. Meski seorang keturunan raja, namun Diponegoro tidak pernah membeda-bedakan kasta, serta lebih dari itu, Diponegoro mau membela masyarakat kelas dua, yang di zaman itu bahkan dihinakan oleh sebagian kelas menengah pribumi.

Dengan demikian, ketika ada pertanyaan lanjutan tentang dampak Citra Prabowo yang dikatakan sebagai Keturunan Pangeran Diponegoro, sebagai orang Jawa, saya berani mengatakan bahwa orang Jawa tidak akan banyak bersimpati dengan keturunan Pangeran Diponegoro, yang tidak bisa meneladani perilakunya.Sebab, sebagai keluarga besar, Pangean Diponegoro diyakini bisa memiliki keturunan siapa saja dan dimana saja. Sehingga, sah-sah saja ketika ada orang mengaku sebagai keturunan Diponegoro.

Masyarakat Jawa mungkin akan memaklumi, ketika ada orang yang mengatakan sebagai keturunan Diponegoro, tapi tidak lebih dari sekedar permakluman belaka. Terlebih lagi, pengakuan-pengakuan akan trah atau keturunan seseorang atau tokoh yang terkenal di masa lalu, dalam keseharian masyarakat Jawa, seringkali hanya dimaksudkan untuk mengangkat derajat seseorang secara instan atau sesaat. Sehingga, meski dengan segala permakluman, dikarenakan orang Jawa tidak ingin banyak mempersoalkan keturunan, dibelakangnya mereka justru akan mencibir dan menganggap pengakuan tersebut tidak/belum layak dilakukan, selama perilaku seseorang belum mencerminkan sosok yang diakui sebagai nenek moyangnya.

Bahkan dalam guyonan masyarakat Jawa, seorang tukang pikul kayu yang kekar, bisa saja mengaku sebagai tukang pikulnya Jenderal Soedirman. Namun apakah dengan pengakuan tersebut lantas membuatnya menjadi terhormat ketika perilakunya tidak berubah? Rasanya kok tidak.

Dan boleh jadi, jika kuda-kuda yang saat ini banyak ditemukan di Jawa sebagai penarik gerobak bisa bicara, diamungkin juga akan mengaku sebagai keturunan kuda tunggangan Pangeran Diponegoro, agar bebannya sebagai penarik gerobak bisa berkurang. Dengan mengaku sebagai kuda keturunan Pangeran Diponegoro, kuda penarik gerobak juga berharap perlakuannya akan disamakan dengan kuda Pangeran Diponegoro, yang dielus-elus dan dirawat secara khusus.

Oleh karena itu, menurut saya, strategi pencitraan yang dilakukan tim konsultan Prabowo dengan menggiring opini agar masyarakat percaya bahwa Prabowo merupakan Keturunan Pangeran Diponegoro, justru akan kontra produktif.Apa sebab?pengakuan tersebut tidak akan banyak membawa dampak positif dengan naiknya citra Prabowo di kalangan masyarakat Jawa, karena yang disimbolkan hanya kulitnya Pangeran Diponegoro saja.

Dengan kata lain, pencitraan Prabowo dengan kuda dan keris, tidak akan mampu menyimbolkan sosok Pangeran Diponegoro, selama perilaku Prabowo tidak mencerminkan sosok Pangeran Diponegoro yang selalu andap asor, rendah hati, serta halus dalam tutur bahasa, sopan dan selalu berjuang demi masyarakat kecil, meski harus hidup serba kekurangan dalam pengasingan.

[caption id="attachment_328914" align="aligncenter" width="469" caption="Prabowo yang dicitrakan sebagai keturunan Pangeran Diponegoro"][/caption]

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun