Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

2024

26 Januari 2022   12:20 Diperbarui: 26 Januari 2022   12:24 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini apa mungkin?. Jika dikeluarkan Perppu alasan 'kegentingan yang memaksa' perlu ada dulu. Disisi lain, Presiden yang juga bagian dari Parpol penguasa dan pimpinan koalisi jelas akan mengeluarkan Perppu. Jika iya, berarti dianggap menghianati Parpol koalisi lainnya.

Putusan MK No.14/PUU-XI/2013 tentang Pemilu Serentak memiliki konsekuensi logis bahwa berkaitan dengan Pilpres sudah tidak ada lagi ambang batas. Akan tetapi, politik hukum memiliki perspektif lain. 

Berkaitan dengan open legal policy bahwa DPR memiliki kewenangan untuk tidak sepaham dengan putusan MK. Melalui UU No.7 Tahun 2017 DPR memiliki arti lain.

Dalam Pasal 222 Presidential Threshold (ambang batas) 20% masih ada. Bahkan dikuatkan dengan Putusan MK No.71/PUU-XVI/2017. MK juga membenarkan kewenangan DPR. Dalam hal ini Penulis akan membahas dalam rumusan masalah berikut: 

1. Bagaimanakah korelasi Putusan MK No.14/PUU-XI/2013 dengan Pasal 222 UU Pemilu berkaitan ambang batas Presidential Threshold sebesar 20%?, 

2. Bagaimanakah telaah kritis legitimasi Partai Politik terhadap dilema Presidential Threshold sebesar 20% dalam mengusung Calon Presiden dan Wakil Presiden di Pemilu 2024?

Perlu dikaji bersama dampak konstitusi dan pembelahan masyarakat serta ancaman demokrasi. Kepastian hukum terasa tidak ada jaminannya. Berubah tiap waktu sesuai keadaan dan kehendak koalisi Parpol. 

Jika ambang batas 20% masih tetap dipertahankan khususnya pada Pemilu tahun 2024 dikhawatirkan pasangan Capres dan Cawapres terbatas. Tidak ada alternatif lain. Padahal masih banyak tokoh potensial lainnya. Polarisasi rakyat makin terbelah. Hal ini akan dapat mengancam kehidupan demokrasi.

Penulis : Saifudin atau Mas Say

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun