Dalam keadaan ini, sebenarnya paling ideal bagi Presiden untuk mengeluarkan Perppu. Beranikah?. Sudah tidak ada alasan lagi Presiden untuk tidak mengeluarkan Perppu. Keadaan sudah darurat legislasi. Klausula "kegentingan yang memaksa" sudah terpenuhi (Pasal 22 ayat (1) UUD 1945).
Pun ditambah lagi, etika bernegera pun dilanggar. Saat Presiden pidato di forum MK pada Januari 2020 sekitar 1 bulan sebelum Februari 2020 draft diserahkan pada DPR. Disertai bersamaan legalitas Surat Presiden (Pasa 50 ayat (1) UU tentang PPP). Tidak pantas dan layak bagi seorang kepala negara meminta dukungan pada proses legislasi pada MK. Itu konflik kepentingan.
Adanya Kabinet Indonesia Maju yang telah terbentuk sekitar 1 tahun lalu, tepat tanggal 23 Oktober 2019 diharapkan dapat memperbaiki nilai dan kualitas demokrasi. Justru sebaliknya. Kejahatan demokrasi dilakukan dengan nyata. Tanpa terbantahkan lagi. Sungguh membenarkan adanya dogma "OTORITARIANISME NEW DAN FREE STYLE" benar dan nyata terjadi.
Jika keadaan proses legislasi ini, makin kacau misalkan dibawa ke MK berpotensi dapat dibatalkan UU seluruhnya andaikan saja nanti Presiden akan tanda tangan. Langkah ideal agar polemik ini minimal ada jeda reda adalah Presiden mengeluarkan Perppu.Â
Lagi pula Perppu tidak dimaknai harus membatalkan seluruh UU. Bisa mencabut dan/atau merubah pasal-pasal tertentu. Habis itu diserahkan pada DPR agar mendapatkan persetujuan bersama. Pasti karena suara mayoritas akan mendapatkan persetujuan bersama.
Keadaan ini dapat menutupi citra pemerintah khususnya Presiden. Dianggap tidak berdaya memainkan peran strong leadership sebagai pemimpin. Dianggap pemimpin terlemah sepanjang sejarah republik ini ada. Pun ruang aspirasi publik dan kewajiban yang ada di UU tentang PPP tidak berlaku lagi jika Perppu dipilih sebagai alternatif kebijakan.Â
Lagi pula objek Perppu jika ada pihak yang tidak setuju akan muatan norma hukum bisa uji materi di MK. Kita tunggu bersama. Polemik legislasi ini akan berakhir seperti apa?. MENCERDASKAN atau MEMALUKAN?.
Penulis : Saifudin atau Mas Say
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H