Mengenaskan. Ketika kita gencar melawan para koruptor, kita justru kehilangan pendekar peradilan.
Dalam dua hari terakhir kita disuguhi berita yang memiriskan hati. Nurdin Abdullah gubernur Sulawesi Selatan yang notabene penerima Moh Hatta Award, simbol anti korupsi, terjaring OTT KPK.
Bagaimana tidak menyayat hati. Apakah belum cukup pelajaran dari tertangkapnya dua menteri kabinet Indonesia Maju sebelumnya? Ataukah sudah hilang empati kepada masyarakat yang terpuruk akibat pandemi covid-19?
Tetiba kita disentakkan berpulangnya seorang Artidjo Alkostar. Kita mengenalnya sebagai pendekar peradilan. Hakim agung yang pedang keadilannya begitu tajam bagi para koruptor.
Artidjo Alkostar lebih suka memenuhi ruangan kantornya dengan berkas-berkas perkara daripada tumpukan koper-koper berisi milyaran rupiah.
Tidak banyak hakim yang berani memutuskan hukuman berat bagi para koruptor. Artidjo Alkostar salah satu dari yang tidak banyak itu. Kepulangannya menjadi duka bagi kita yang mendamba keadilan.
Tapi tentunya tidak bagi para koruptor . Mereka bersorak-sorai. Ketawanya memenuhi seluruh langit negeri. Jamuan rasa syukur segera dihidangkan. Pesta pora!
Hari Minggu, Buku dan Instagram
Entah kenapa mendengar seorang gubernur kena OTT KPK saya teringat bukunya mantan menteri penerangan di jaman Orde Baru Harmoko. Judulnya Zaman Edan. Buku kumpulan sketsa kehidupan.