Dari semalam Jakarta diguyur hujan. Pagi ini pun masih gerimis. Kebiasaan muter-muter kampung sambil naik onthel tertunda.
Sambil ngonthel biasanya saya sambil celingukan mencari makanan khas daerah. Sejujurnya saya lebih menyukai makanan tadisional. Lidah (tepatnya dompet) tidak cocok dengan makanan-makanan modern.
Tentang kue serabi ini sebenarnya oleh-oleh nggowes minggu lalu. Hujan-hujan begini pas waktunya menikmati, eh menulis makanan.
Minggu lalu selain ketemu bang Zai anak muda yang membuat kerajinan ondhel-ondhel. Saya juga ketemu Kang Parto yang berjualan kue serabi.Â
Uniknya cara pengolahannya masih sangat tradisional. Pembakaran dengan menggunakan kayu. Tungku dengan pawon batu. Cetakan kue memakai wajan dari tanah liat. Kuenya pun tetap mempertahankan cita rasa tradisional. Tidak ada topping dengan aneka varian rasa.
Cara Pengolahan Kue Serabi
Kue serabi atau surabi orang Sunda menyebutnya terbuat dari tepung beras, kelapa dan garam. Makanannya dengan cara dituang atau dicelup juruh (gula merah yang dicairkan).
Tepung beras dan parutan kelapa dibuat adonan. Jangan terlalu kental supaya bisa dituang ke dalam cetakan. Tambahkan garam secukupnya.
Cara memasaknya pun mudah. Cetakan dipanaskan. Setelah panas oleskan minyak sayur untuk mencegah lengket. Selanjutnya tuang adonan. Jangan lupa cetakan ditutup untuk meratakan panas.
Dengan bara api panas memasaknya berkisar lima sampai sepuluh menit. Dengan sekali pembalikan kue serabi siap disantap.Â
Tuang kuah gula merah dalam wadah kecil. Cocol kue serabi. Selanjutnya nikmati sensasinnya. Kue serabi dengan cita rasa alami. Berpadu dengan aroma kayu bakar.
Maknyuus!
Jkt, 070221
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H