Nasi sudah menjadi bubur. Wajar kalau ada yang skeptis dengan permintaan maaf Raffi Ahmad.
Menjadi orang pertama dan disejajarkan dengan presiden Jokowi dalam program nasional vaksinasi covid-19 sungguh suatu kehormatan yang langka. Tidak setiap orang bisa mendapatkannya.Â
Istana memilih Raffi dengan pertimbangan sebagai sosok yang mempunyai fan fanatik jutaan orang. Harapannya Raffi bisa menjadi tuntunan. Tidak disangsikan lagi apapun yang Raffi Ahmad lakukan akan ditonton oleh jutaan pasang mata. Sayang sekali harapan pemerintah ini seakan menjadi sia-sia. Siang divaksinasi malamnya Raffi sudah ngumpul bersama-sama teman selebritis tanpa mengindahkan protokol kesehatan. Foto suka cita bersama koleganya yang dia unggah menjadi viral.Â
Jelas masyarakat kecewa.
Stigma negatif yang disematkan masyarakat terhadap artis selama ini seakan mendapatkan pembenaran. Banyak artis yang hanya sekedar menyuguhkan tontonan. Tidak bisa dijadikan tuntunan. Perilaku negatif oknum selebritis hilir mudik di beranda rumah masyarakat. Pamer kekayaan, kawin cerai, penyalahgunaan narkoba sampai pergaulan bebas.
Cukupkah dengan Permintaan Maaf?
Menyadari kekhilafannya Raffi Ahmad memberikan klarifikasi dan meminta maaf. Bahwasanya acara kumpul-kumpul itu dalam pesta bersifat terbatas. Ketika di luar masih menerapkan ptotokol kesehatan tapi setelah di dalam abai. Begitulah perilaku orang kalau sudah dalam kumpulan massa. Kalau saja Raffi Ahmad memegang amanah menjadi duta kesehatan seharusnya dia tidak terbawa arus eforia pesta.
Cukupkah Raffi Ahmad hanya dengan meminta maaf?
Sesal memang selalu datang belakangan. Orang Indonesia itu terkenal pemaaf dan mudah melupakan sesuatu. Santai saja. Hari-hari selanjutnya masyarakat menantikan komitmen Raffi untuk menunjukkan perilaku sehat dengan tidak mengabaikan protokol kesehatan.