Anak pertamanya sejak menikah diboyong oleh suaminya. Mereka menempati rumah kontrakan milik keluarga. Menantunya hanya kerja serabutan. Kehidupan ekonominya masih banyak disokong oleh orang tuanya.
Kondisi ini membuat istrinya mendorong Tutik untuk minta cerai dari suaminya atau memilih membuatkan rumah untuk istri dan anaknya. Celakanya Tutik mengikuti apa saja yang disarankan ibunya.
Permintaan ini jelas membuat gerah suasana rumah tangga anaknya, terutama menantunya. Sesungguhnya mereka masih saling mencintai apalagi sudah ada anak.
Membangunkan rumah jelas tidak mungkin karena sampai sekarang saja mereka masih nebeng di kontrakan orang tuanya. Penghasilan juga kadang dapat kadang lebih sering bolongnya.
Perkembangan terakhir Tutik dipaksa pulang ke rumah orang tuanya. Kalau permintaannya sudah dipenuhi baru boleh dihemput lagi.
Anak Mami
Istri teman saya ini memang tipenya mendikte. Bahkan anak laki-lakinya terkenal dengan sebutan sebagai anak mami. Selalu mengikuti apa yang dikatakan ibunya.
Hatta sudah menikah pun tetap layaknya sebagai anak mami. Sebagai anak laki-laki maka setelah menikah memboyong istrinya ke rumah. Yang artinya sang istri  tinggal serumah mertuanya.
Pangkal persoalan ibu mertuanya merasa berhak mengatur kehidupan anak laki-lakinya. Alasannya mereka masih tinggal serumah. Bukan hanya soal bagaimana menjalani kehidupan suami istri. Masalah keuanhan pun yang mengatur sang ibu.
Gaji yang diterima setiap bulan oleh Aryl harus diserahkan dulu kepada ibunya. Ibunya lah yang mengatur semua pengeluarannya. Â Dari makan sampai beli popok bayi atau uang bensin sampai uang jajan istrinya.
Sebagai istri yang merasa berhak mengelola penghasilan suami membuat istrinya Aryl meradang. Karena tidak kuasa melawan ibu mertuanya maka yang bisa dilakukan adalah kabur-kaburan.