Tetabuhan sudah dibunyikan. Benda-benda yang bisa menghasilkan suara sudah ditabuh. Hasilnya nihil.
"Bandel juga ni !, kata Kang Suto.
"Kalau yang digondol juga suka ngobrol biasanya lama ngembaliinnya", kataku menimpali.
"Dasar anak kota. Susah dibilanginnya !"
Aku sebenernya sudah sering mengingatkan. Jangan pada ngobrol pada waktu maghrib. Mereka tidak percaya kalau waktu senja para lelembut gentayangan.
Apalagi mereka mahasiswi-mahasiswi dari kota yang mengadakan KKN di kampung kami. Wajar kalau kaum intelektual itu pada tidak percaya dengan hal-hal gaib. Maunya mereka semua kejadian dilihat dari sudut nalar. Ilmiah !
Sekalipun sudah jarang tetapi masih saja sesekali terjadi. Seperti malam ini, seorang mahasiswi diculik wewe gombel.
Menurut kepercayaan masyarakat wewe gombel itu seorang wanita cantik yang kesepian. Jadi dia suka menculik anak perempuan untuk diajak ngobrol.
Untuk memanggil anak yang digondol wewe gombel penduduk kampung akan menabuh bunyi-bunyian untuk menakut-nakutinya. Karena merasa terusik suara bising maka dia akan melepaskan korbannya.
**
Sudah hampir jam sepuluh malam tapi usaha pencarian anak gadis korban penculikan belum berhasil. Seluruh penduduk sudah keluar rumah kecuali anak-anak dan ibunya. Suara tetabuhan tidak berhenti untuk mengusik kenyamanan wewe gombel.
Di bawah komando Kang Suto kami mendatangi tempat-tempat yang mungkin dijadikan persembunyian mereka. Rumah kosong sudah diubek-ubek. Pohon-pohon besar pun sudah disambangi. Tetap tidak membawa hasil.
Beberapa pemuda berinisiatif mendatangi seorang ustadz di musholla. Mereka meminta sang ustadz untuk membantu penduduk kampung dengan doa. Dengan sekuat kemampuan dan doa yang dihafalnya, beliau dengan khusyuk memanjatkan doa.
Masih juga belum berhasil. Orang-orang sudah mulai kelelahan. Satu dua orang sudah menyerah.
"Sepertinya malam ini belum bisa kita ketemukan."
"Dia belum mau melepaskannya !"
"Kita lanjutkan besok saja."
"Tapi kasihan perempuan itu. Bisa-bisa tidak bisa balik."
"Kita sudah capek."
Semuanya menyerah. Malam ini penduduk kampung tidak bisa menemukan korban penculikan wewe gombel.Â
Teman-teman korban tak henti-hentinya menangis. Mereka sangat mengawatirkan keselamatan temannya. Tapi semua tidak bisa berbuat apa-apa.
.**
Setelah semua warga bubar, aku pun pulang ke rumah. Mau istirahat. Tidur.
Sekelebat kulihat bayangan putih keluar dari jendela rumah. Rupanya aku lupa mengunci jendela karena tadi buru-buru keluar rumah.
Bayangan itu terbang ke atas bubungan. Kulihat dengan santai dia di atas genteng. Busyet. Wanita cantik ternyata. Kenapa keluar dari rumahku, batinku.
Dia tersenyum kepadaku ketika aku beradu pandang. Aku abaikan dia dan bergegas ke dalam rumah.
Betapa terkejutnya aku demi melihat gadjs yang diculik wewe gombel itu terkulai lemas di sofa ruang tamuku.
"Trembelane. Capek-capek kesana kemari ternyata dia ngobrol di ruang tamuku", gerutuku dalam hati.
Jadi yang tersenyum tadi wewe gombel sang penculik, batinku. Tetiba bulu kudukku merinding.
Aku harus bagaimana ?
Jkt, 271020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H