Ploook !
Sebutir telur busuk mendarat tepat di mukaku. Sejurus kemudian meleleh melumuri wajahku. Bau busuk menyengat menusuk hidung.
"Kurang ajar. Ada yang berani main-main denganku !", geramku dalam hati. Tunggu pembalasanku, janjiku sambil mataku mengawasi perempuan yang segera di ringkus oleh para pengawalku.
Dia meronta berusaha melepaskan dari telikungan pengawalku. "Politikud busuk", teriaknya sambil berusaha melepaskan diri dan merangsek ke arahku.
Aku pun menghentikan pidato kampanyeku. Beberapa orang pendukung setiaku berusaha membersihkan mukaku dengan tisu basah. Seorang wanita pendukungku menuangkan air mineral, membasuh mukaku.
Aku tidak menyangka kampanye perdanaku mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan. Memang aku memaksakan untuk kampanye tatap muka langsung. Kampanye secara virtual tidak efektif menurutku.
Dengan bertemu langsung aku bisa merasakan gairah para pendukungku. Dengan demikian mereka akan beranggapan aku mau dekat dengan kehidupan mereka.
Sebagai petahana aku sebenernya banyak diuntungkan. Semua fasilitas milik pemerintah bisa aku manfaatkan. Bahkan anggaran pun bisa aku gunakan untuk menciptakan citra baik diriku.
Sudah sejak dua tahun belakangan aku sibuk mendekati masyarakat pemilih. Aku rajin mengunjungi warga dan komunitas. Setiap bertemu dengan mereka tidak lupa aku memberikan bantuan sosial dengan menggunakan anggaran pemerintah daerah tentunya.
Dengan strategiku seperti ini lawan-lawwn politikku harus berpikir dua tiga kali kalo mau menantangku maju ke pilkada. Harus kuat dukungan modal yang tidak sedikit. Kalau nanggung percuma hanya buang-buang modal saja.