Aku tahu orang-orang takut dengan jasadku. Memang dokter memvonis aku mati karena terpapar covid-19. Aku maklum kalau mereka menghindar, ngenes aja mati hanya ditemani seorang janda.
Aku jadi membayangkan kerika aku berada pada posisi puncak. Orang-orang akan berusaha sedapat mungkin mendekatiku. Sebenernya aku juga tahu maksud mereka supaya mendapatkan jatah proyek.
Awalnya aku tak bergeming dengan iming-iming yang mereka tawarkan. Tapi dengan kepiawaian mereka aku akhirnya tergoda juga. Habisnya mereka dengan segala cara untuk meluluhkan idealismeku.
Benar kata para sesepuh, harta tahta dan wanita itu akan menjadi ujian berat bagi laki-laki. Ketika aku sudah menggenggam tahta dua yang lainnya itu menari-nari di pelupuk mata.
Entah kenapa juga ketika kita baru diberikan harta yang melimpah dan tahta yang tinggi para wanita itu begitu mudahnya menggadaikan harga dirinya. Mereka bersedia apa saja asal dapat ikut menikmati pundi-pundi harta.
Apesnya para lelaki paling lemah kalo sudah berhadapan dengan kaum wanita. Apalagi kalo mereka sudah mengeluarkan rayuan mautnya. Bahkan ada yang sampai harus menggunakan jampi-jampi, mantra-mantra dan pemikat.
Terus terang untuk urusan yang satu ini aku masih dapat menjaga janji suciku dengan istriku tercinta. Tidak tega rasanya mengkhianati kaaih sayangnya yang begitu tulus.
Istriku itu wanita yang sepenuhnya mengabdi kepada suami. Patuh dan taat kepadaku. Makanya aku dengan sekuat tenaga menghindari godaan para perempuan yang menurutku merendahkan dirinya sendiri.
Aku akui kalo aku tidak bisa melawan godaan harta. Aku pikir enak di orang-orang itu kalau aku tidak ambil uangnya. Aku yang tanda tangan, masa mereka yang menikmati keuntungannya.
Tapi aku juga bingung bagaimana menyimpan uang sogokan dari mereka ini. Aku tidak mungkin kasih tahu kepada anak iatriku. Aku paling tidak mau memberi makan mereka dengan harta haram.