Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membina Rumah Tangga Itu Ibarat Main Layang-layang

6 September 2020   08:25 Diperbarui: 8 September 2020   17:42 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari-hari ini sore hari langit Jakarta dipenuhi dengan ribuan layang-layang yang melayang-layang berwarna-warni. Sementara di wilayah lain hari-hari ini dipenuhi dengan banyaknya surat gugatan cerai yang menumpuk di meja hakim pengadilan agama. Apa hubungannya, begitu pasti tanyamu ?

Keputusan membentuk mahligai rumah tangga dalam sebuah ikatan perkawinan sudah pasti dilandasi dengan saling mencintai, sekalipun dalam kasus-kasus tertentu bisa saja disebabkan oleh alasan yang lain. Ingat cerita tentang Siti Nurbaya yang terpaksa harus menikah dengan datuk Maringgih ?

Pernikahan yang didasari saling cinta ditambah dengan restu kedua orang tua 99% akan langgeng sampai kaken-kaken ninen-ninen. Tapi masih ada 1% lagi yang bisa saja menjadi sebab keretakan rumah tangga, bisa karena faktor internal maupun faktor dari luar. Seiring berjalannya rumah tangga sudah seharusnya semakin tumbuh kedewasaan kedua pasangan.

Realita kehidupan perkawinan tidaklah selalu sesuai dengan yang diimpikan, bahkan kadang bertolak belakang sama sekali dengan yang dicita-citakan. 

Pada awalnya harapannya tentulah menjadi keluarga yang samara, sakinah mawaddah wa rahmah. Pekerjaan suami mapan, kariernya menanjak dan segera dikasih momongan yang sholeh dan sholehah.

Ibarat Main Layang-layang Harus Tarik Ulur

Faktor yang hanya satu persen tadi bisa saja menjadi batu sandungan dalam perjalanan bahtera rumah tangga. Tiba-tiba perusahaan suami bangkrut atau terkena PHK seperti di masa pandemi covid-19 bisa saja terjadi setiap saat. 

Kalau hal ini sampai terjadi bukan tidak mungkin ikatan perkawinan menjadi pertaruhan. Apalagi kalo cara berpikir kedua pasangan tidak menyikapinya dengan berpikir secara dewasa. 

Di sinilah perlunya kita meminjam falsafahnya orang main layang-layang, tarik ulur. Pada saar angin kencang kita harus mengulur benang agar tidak menambah tekanan, sebaliknya pada saat udara bergerak lambat kita harus menarik benang secara lebih kuat. 

Keahlian menentukan kapan kita menarik atau mengulur benang akan muncul seiring semakin seringnya kita main layang-layang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun