Wajahku memerah menahan amarah. Bayangkan, suamiku mengiyakan saja ketika si kakek yang mengaku orang pintar suruhan ibu mertuaku itu ingin memandikanku dengan air tujuh kembang tengah malam nanti.
Aku marah kepada suamiku yang tidak berusaha melindungi kehormatanku sebagai istrinya. Suamiku seperti kerbau yang dicocok hidungnya menurut saja apa yang dikatakan si kakek.Â
Dia memamng tidak menyadari betapa banyak tipu muslihat para lelaki di dunia ini. Hidupnya yang terbiasa hidup enak tidak mengetahui bagaimana kejamnya kehidupan.
Sejak kedatangannya ke rumah kami aku memang sudah tidak menyukainya. Dari penampilannya yang nyentrik sampai bagaimana cara dia memandangiku. Kalo dia sedang mengobrol dengan suamiku dia selalu mencuri-curi pandang kepadaku. Makanya aku bisa mengatakan kalo permintaannya kali ini hanyalah modus, akal-akalan dia untuk memuaskan hasratnya kepadaku.
"Aku tidak mau. Nggak masuk akal", aku berusaha menjelaskan penolakanku kepada suamiku.
"Jangan pake akal. Ini demi ketenteraman rumah tangga kita", jawab suamiku.
"Tapi masa harus pake dimandikan segala", kataku.
"Ya memang begitu syaratnya", kilah suamiku.
"Kenapa harus dia, bukan mas yang memandikan?", tanyaku.
"Kan kakek yang tau ritualnya", jawab suamiku.