Ada yang lucu, seorang laki-laki mengejar-ngejarku siang malam pengin selalu ketemu. Â Setiap saat mengajakku chattingan dan vical. Tentu aku tidak ada waktu untuk meladeninya. Ada lagi laki-laki katanya ingin menikahiku yang belakangan ketahuan hanya ingin menumpang hidup denganku.
Aku menerima ini semua sebagai pelajaran hidup.
                                *
Yang paling menyakitkan kalau ada ibu-ibu menyebutku sebagai pelakor. Mereka selalu memandangiku dengan penuh kecurigaan. Setiap keluar dari rumah aku melihat mereka berbisik-bisik menggunjingkanku. Dikiranya aku berusaha merebut suami mereka. Â Kalau aku berdandan dikiranya aku mencari mangsa laki-laki. Sakit sekali rasanya hatiku.
Sebenernya hanya ada satu laki-laki yang menarik perhatianku. Â Laki-laki itu penuh perhatian kepadaku, sekalipun usianya terpaut sepuluh lebih muda dariku. Â Tetapi sikapnya lebih dewasa dan gentlemen. Berbeda dengan kebanyakan lelaki yang selalu menggodaku. Makanya kalo aku berjalan dengannya ibu-ibu itu pada bilang aku pintar menjerat brondong.Â
Aku masih takut untuk memulai lembaran baru hidupku.  Trauma kegagalan rumah tanggaku masih selalu membayangiku. Tetapi kadang aku merasa lelah menanggung kehidupan ini sendirian.
"Ibu tidak boleh kawin lagi !", kata si kakak ketika aku mencoba bicara dengan anak-anak.
"Aku tidak mau ayah baru", timpal si adik.
Aku hanya bisa termangu. Â Mataku nanar memandang semburat jingga di ufuk barat. Matahari memerah tenggelam pelan-pelan di ujung cakrawala.
Temaram telah tiba !
Jkt, 110720