Mohon tunggu...
ᶜᵒᶜᵒмеo
ᶜᵒᶜᵒмеo Mohon Tunggu... Freelancer - Cogito ergo scribe

More Coffee More Beer

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Vimeo Korban dari UU ITE yang Inkonstitusional

16 Mei 2014   18:35 Diperbarui: 15 Juli 2015   00:55 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Entah sampai kapan orang Indonesia bisa memiliki pola pikir logis dengan sudut pandang objektif dan secara deduktif. Mungkin kalimat tersebut layak disematkan pada kasus diblokirnya website video berbagi Vimeo.com oleh beberapa penyedia jasa internet (internet service provider/ISP) atas dasar perintah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) sejak Minggu malam (11/5/2014) hingga saat ini. Dengan berbagai alasan yang menjadi dasar turunnya kebijakan tersebut baik itu yang sifatnya politis maupun non-politis, terlepas benar tidaknya terdapat konten-konten yang mengandung unsur pornografi dan erotis, sepertinya kita sepakat bahwa alasan legitimasinya yakni pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

 

Lantas, jika pemerintah melalui Kemkominfo dengan tegasnya dan bersikukuh apa yang dilakukannya sudah sesuai Undang-Undang (UU) lalu apakah kita sebagai rakyat hanya bisa diam saja dan menuruti ketentuan yang berlaku? Kita sepakat bahwa segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai asas legitimasi tidak bisa diganggu gugat, tapi kita juga harus sepakat bahwa UU harus sesuai dengan apa yang termaktub dalam konstitusi Negara Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Jika UU tidak selaras dengan apa yang termaktub dalam konstitusi Negara Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 maka dinamakan inkonstitusional.

 

Di mana letak kesalahannya (inkonstitusional)? Pada dasarnya jika dicermati, beberapa pasal dalam UU ITE bertentangan dengan UUD 1945. Berdasarkan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertulis, konstitusi pemeritahan negara Republik Indonesia, yakni pada pada pasal 28F : “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi daan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Tertulis dengan jelas bahwa negara sekalipun mendukung kebebasan setiap individu untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Jika, ada seorang yang menamakan dirinya sebagai wakil dari pemerintah mengebiri kebebasan berekspresi individu berdasarkan apa yang tercantum pada UU namun jelas-jelas melenceng dari apa yang termaktub pada UUD 1945 bukankah ini sudah dinamakan abuse of power dan bahkan merupakan tindakan inkonstitusional?

 

Ini bukan tentang mencari siapa benar atau siapa salah. Jika hidup dalam bernegara, membicarakan soal politik, maka terdapat unsur yang melekat di dalamnya yakni UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. Jika sebuah kebijakan yang mengacu pada UU jelas menyimpang, maka yang harus dilakukan adalah menguji materi UU ITE tersebut kepada Mahkamah Konstitusi sebagai keniscayaan, tidak perlu melakukan petisi atau melakukan langkah-langkah mencari simpati lainnya. Yang terpenting, bagaimana kehidupan rakyat Indonesia tidak kembali lagi seperti zaman orde baru yang segalanya dikontrol pemerintah tanpa dasar dari UUD 1945.

 

Salam damai Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun