[caption id="attachment_361334" align="aligncenter" width="538" caption="Juan Mata. sumber: Getty Images"][/caption]
Kembali ke Januari 2014, Mata membubuhkan kontrak untuk Manchester United dari rival kuatnya, Chelsea, setelah gagal mengesankan pelatih Chelsea, José Mourinho. Maju ke akhir pekan ini, 15 bulan setelah kepindahannya dari Chelsea menuju Manchester United, kartu as United asal Spanyol ini akan kembali ke Stamford Bridge. The Spaniard akan menghadapi mantan klubnya untuk pertama kali di Stamford Bridge sejak dirinya mencatatkan rekor pembelian klub sebesar £37.1m—sebelum rekornya dipatahkan oleh Angel di Maria.
Mata dulunya adalah pemain favorit para fans Chelsea, dan selalu terpilih menjadi Chelsea’s Player of the Year dalam dua tahun berturut-tutut, 2012 dan 2013. Di bawah rejim André Villas-Boas kemudian beralih ke Roberto Di Matteo dan berlanjut hingga Rafael Benítez, the Spaniard selalu menjadi kartu as Chelsea dengan perannya sebagai No10.
Fundamental bagi keberhasilan Chelsea kala mencatat sejarah di Champions League serta kejayaan mereka di kancah Europa League, hari-harinya di Chelsea kemudian menjadi suram setelah kembalinya Mourinho menangani The Blues.
Untuk semua atribut yang dimiliki Mata—visi, sentuhan pertama, keakuratan umpan dan penyelesaian akhir—sudah seharusnya dia menjadi kartu as bagi siapapun pelatih yang menanganinya. Akan tetapi, bagi seorang Mourinho, Mata bukanlah tipe yang sesuai dalam sistem permainannya, melainkan Oscar.
Adalah David Moyes—yang saat itu menahkodai United pasca pensiunnya manajer karismatik sepanjang sejarah United, Alex Ferguson—berhasil meyakinkan pemilik klub untuk menggelontorkan dana fantastis hanya untuk seorang pemain yang selalu menjadi penghangat bangku cadangan Chelsea dengan menit bermain yang sedikit. Pada dasarnya, Moyes hanya sedikit memiliki ketertarikan terhadap Mata setelah gagalnya merekrut nama besar lain seperti Cesc Fabregras maupun Toni Kroos, pada bursa transfer musim panas sebelumnya.
Tetapi, setengah musim berlalu kemudian, ada Banyak kritik mengarah padanya. Performanya tidak mencerminkan label harga fantastis yang dimilikinya saat itu. Mata tidak memberikan kontribusi signifikan permainan United saat menghadapi klub dengan level setara. Sebanyak 14 (satu diantaranya sebagai pengganti) penampilan dengan 6 goal serta 4 assist, ditorehkan pada enam bulan pertamanya di United.
Anakronisme?
Ada beberapa poin yang mungkin terlewatkan bagi fans United khususnya di Indonesia. The Spaniard memang masih menjadi figur yang popular di United, namun sejak awal musim 2014-15, pelatih baru United, Louis van Gaal seolah mempertimbangkan Mata tidak lebih sebagai penerjemah dibandingkan sebagai playmaker. Tidak sebagai pemain No10, tidak juga sebagai central midfielder.
Dengan pembelian beberapa pemain baru berdarah Latin, sebut saja di Maria, Marcos Rojo hingga Ander Herrera, Mata dimaksudkan untuk membantu mereka untuk beradaptasi dengan mudah di United sebagaimana mereka belum memiliki komunikasi yang bagus dalam berbahasa Inggris. Itu memang sangat bagus—namun jelas, prioritas Mata hanya bagaimana dirinya bisa tampil di lapangan dengan menit bermain yang banyak. Dan hal tersebut hampir belum dia cukup miliki sejak peralihan kursi kepelatihan United ke rejim van Gaal.
Masalah yang ditemui Mata saat di Chelsea tampak menjadi déjà vu di United. Lebih mengkhawatirkan, ada kemungkinan yang berkembang bahwa dia dalam kondisi menuju anakronisme.
Pertanyaannya adalah seberapa mirip filosofi permainan yang dikembangkan oleh Mourinho dan van Gaal.
van Gaal—seperti halnya Mourinho—memiliki sebuah sistem dan itu mengenai bagaimana para pemain mampu menyesuaikan diri mereka pada visi bermain yang diterapkan daripada mencari cara lain untuk mengakomodasi mereka ke dalam sistem permainan itu.
Layaknya Mourinho yang merupakan murid van Gaal saat mereka berada di Barcelona, sistem maupun visi bermain yang mereka tekankan adalah intensitas saat menyerang dan disiplin kala bertahan. van Gaal memiliki keyakinan yang luar biasa dalam 'filosofi' permainannya. Penguasaan bola juga penting bagi van Gaal, tapi hanya dengan cara yang dia perintahkan. Jika Mata tidak cocok dengan sistem apapun yang diterapkan oleh van Gaal pada saat latihan, maka dia tidak akan disertakan. Ini benar-benar merupakan sesuatu yang sesederhana itu. Beberapa menyebutnya keras kepala; yang lain menganggap itu adalah kepercayaan diri.
Marouane Fellaini baru-baru ini menyatakan bahwa jika anda tidak bermain dengan cara sesuai yang diinstruksikan Van Gaal, maka selanjutnya anda akan diabaikan. Para pemain yang memiliki high work rate dan mampu menerjemahkan visi bermain yang diinginkan van Gaal akan mudah tampil sebagai starting line-up. Beberapa di antaranya seperti Michael Carrick, Ashley Young, Daley Blind hingga Antonio Valencia—belum lagi sang skipper Wayne Rooney—selama tidak ada halangan tampil, sudah pasti menyegel satu posisi dalam starting line-up.
Masalah utama Mata adalah dirinya tidak mampu meyesuaikan visi bermainnya ke dalam sistem bermain van Gaal, seperti yang sebelumnya terjadi di Chelsea. Mata tidak selalu menutup pergerakan lawan seperti yang diinginkan van Gaal dan Mourinho, dimana dia dianggap sebagai pemain yang lamban.
Dengan Ashley Young yang tampaknya telah menyegel posisi sayap kiri United untuk memberikan keseimbangan antara intensitas saat menyerang dan disiplin kala bertahan, Mata jelas harus bersaing dengan di Maria serta Adnan Januzaj untuk mendapat satu slot di sisi kanan United.
Masalah Terpecahkan—False Right-Winger
Setelah tujuh pertandingan antara February dan Maret tanpa bermain sejak menit pertama serta memiliki statistik yang nyaris di bawah rata-rata—bahkan seperti diabaikan oleh van Gaal—, kartu merah yang diterima di Maria saat bertemu Arsenal menjadi berkah tersendiri yang membuat Mata kembali ke starting line-up sewaktu United menghajar Tottenham 3-0, walau hanya bermain selama 77 menit dan mendapat kartu kuning, namun sejumlah umpan akuratnya ke Fellaini selalu membuat lini pertahanan Spurs limbung.
Partai selanjutnya saat dijamu rival abadi United, Liverpool menjadi jawaban Mata atas keraguan van Gaal terhadapnya. Jika terlihat sulit bagi Van Gaal untuk mengabaikan Mata setelah pertandingan melawan Spurs, maka itu telah menjadi hampir tidak mungkin setelah penampilan heroik di Anfield (atau ‘Juanfield’ seperti yang digaungkan oleh fans United).
Setelah empat penampilan terakhir yang meyakinkan, bagi van Gaal itu bukanlah suatu kesengajaan menepikan Mata di laga-laga sebelumnya. Kemunculan peran Mata sebagai kartu as United diyakini berasal dari karya van Gaal yang pada akhirnya mengakomodasi Mata pada posisi false right-winger membuat dirinya memiliki sistem yang mampu mendukung peran Mata dengan membentuk kombinasi antara Mata-Herrera serta Antonio Valencia sehingga keseimbangan yang diinginkan van Gaal berjalan sukses dan kelemahan Mata yang tidak selalu menutup pergerakan lawan mampu diatasi dengan adanya Herrera yang lebih disiplin saat bertahan.
Statistik Sublim
Sementara Mata mungkin tidak tampil sebanyak kolega lainnya di United, terbukti statistik yang dibuatnya masih mengesankan, utamanya bagi para fans United.
Hingga pekan lalu saat berjaya atas City, total Mata telah mencatat 338 menit bermain dengan torehan tiga gol serta satu assist semenjak dirinya kembali ke starting line-up United.
Total, tampil sebagai pemain inti sebanyak 21 kali di Premier League musim ini, berdasarkan Opta; Mata sudah mencetak delapan gol. Dia juga membuat empat assist bagi rekannya, dan memiliki pass completion ratio hampir 90%. Selain itu, Mata juga setidaknya membuat rata-rata sekitar sekali key pass per pertandingan, dan telah menjadi man of the match dalam dua kesempatan.
Bandingkan dengan Robin Van Persie yang sudah membuat tiga gol lebih banyak dari Mata musim ini, dengan catatan tampil sebagai pemain inti sebanyak 24 kali dan bermain dominan sebagai striker. Sementara Rooney sudah bermain tujuh kali lebih banyak dari the Spaniard, namun hanya memberikan satu assist lebih banyak dari yang dilakukan Mata. Pass completion ratio Mata juga yang paling tinggi dibandingkan skuad United lainnya.
Kualitas Mata sangat terlihat jelas. Dia adalah pemain yang sangat berbakat secara teknis. Dia memiliki kemampuan untuk mengubah permainan.
Berharap United berjaya di Stamford Bridge, mungkin saja!
Percayakan pada Mata untuk menjawab semua keraguan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H