Mohon tunggu...
Rokhis Khomarudin
Rokhis Khomarudin Mohon Tunggu... -

Lahir di Pekalongan, tinggal di Jakarta, pernah tinggal di Jerman selama 4 tahun, suka Bayern Munich, suka makan sambil ati, nasi goreng kambing, kaeze spaetzel, nasi briyani, dan sego megono.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sudah Cukupkah Sistem Peringatan Dini Tsunami Kita?

9 Juni 2011   11:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:41 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia atau yang sering disebut sebagai INATEWS (Indonesian Tsunami Early Warning System) telah diluncurkan oleh Presiden tanggal 11-11-2008 dengan begitu megah dengan peralatan-peralatan cangih dalam sebuah ruangan tersendiri di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).Sejumlah sirene tsunami telah di pasang di beberapa tempat yang dianggap sebagai rawan tsunami, demikian juga alat pengukur gelombang laut (Buoy) juga telah di deploy dilautan disekitar pantai wilayah rawan tsunami.Sejumlah pelatihan, pengembangan kapasitas, dan drill kalau ada tsunami telah dilakukan di berbagai daerah seperti Bali, Padang, Gorontalo, dan Manado. Sejumlah biaya, curahan tenaga, dan upaya sudah dilakukan untuk meminimalkan atau istilah kerennya adalah mitigasi kerugian akibat dampak tsunami. Apakah hal tersebut sudah cukup?

Empat tahun yang lalu dan disusul dua tahun kemudian kejadian tsunami yang menyebabkan korban jiwa yang besar seperti di Aceh, Pangandaran, dan Cilacap menjadi suatu omongan yang tidak dapat terlupakan.Sedangkan kejadi tsunami kecil di Nias danBengkulu yang tidak menyebabkan banyak korban jiwa tidak banyak menjadi bahan berita yang menarik.Hal ini menunjukkan bahwa korban jiwa yang menimpa manusia merupakan suatu yang perlu diperhatikan.Sekali lagi, apakah sistem peringatan dini yang kita dan upaya-upaya yang telah dilakukan sudah cukup untuk mengurangi korban jiwa jika tsunami besar terjadi kembali di Indonesia?

Sejumlah teman yang berada di Jerman, baik yang kuliah maupun yang bekerja selalu menanyakan hal itu dan menanyakan mengingat waktu datangnya tsunami (arrival time tsunami) sangat cepat akan menerjang kawasan pantai kita? Apakah kita sudah dapat mempersiapkan orang evakuasi begitu tombol sirine ditekan oleh kepala pegawai yang sedang bertugas di BMKG? Apakah dalam waktu 30 – 60 menit, kita yakin bahwa semua manusia mencapai daerah aman tsunami? Dan Bagaimanakah, kalau ternyata waktu kedatangan tsunami hanya 5 menit dari sumbernya? Yach, mungkin kita tinggal berdoa saja jangan sampai tsunami dengan waktu kedatangan 5 menit tidak melanda Indonesia.

Nah, disinilah letak pentingnya perencanaan evakuasi untuk dilakukan, sehingga pemerintah daerah bisa mengatur rencana evakuasi, menentukan rute evakuasi, menentukan daerah evakuasi (baik horisontal maupun vertikal), menyusun pedoman pelaksanaan evakuasi, pelatihan penduduk untuk evakuasi, dan menuntun masyarakat mengetahui lokasi evakuasi yang terdekat dengan daerah aktivitasnya.

Dalam perspektif remote sensing dan Sistem Informasi Geografis (SIG), hal pertama yang perlu dilakukan adalah memetakan distribusi penduduk di suatu wilayah berdasarkan zona aktivitasnya.Dalam perspektif skala global, zona aktivitas manusia bisa menggunakan landuse, seperti permukiman, perkebunan, sawah, sungai, hutan, dan lain sebagainya.Dalam perspektif detail, landuse juga dapat didetailkan lagi, seperti daerah pemukiman menjadi pemukiman komersial dan non komersial.Kenapa kita harus membagi sebaran penduduk berdasarkan aktivitasnya? Hal ini dikarenakan kalau kita menggunakan sebaran penduduk hanya dari data BPS saja, tentu akan menyebabkan salah interpretasi tentang sebaran penduduk.Sebagai contoh, suatu desa dengan proporsi pemukiman dan hutan 50% : 50 %, kalau kita menghitung kerapatan penduduk hanya dari data BPS saja, maka sebaran penduduk dipemukiman akan sama dengan sebaran penduduk di area pemukiman.Namun jika kita memetakan penduduk berdasarkan zona aktivitasnya, maka penduduk di pemukiman akan lebih besar dibandingkan dengan penduduk di hutan.Hal ini logis karena manusia lebih banyak beraktivitas di pemukiman dibandingkan dengan di hutan.Pemetaan sebaran penduduk dengan cara ini masih perlu ditingkatkan metodologinya dan peran Sistem Informasi Geografis dalam hal ini sangat penting.

Tahapan kedua menentukan rute evakuasi, daya tampung rute evakuasi berdasarkan sebaran penduduk, kondisi landuse dan topografi, dan lokasi aman untuk wilayah pengungsian darurat akibat tsunami.Dalam menentukan paramater-parameter di atas, diperlukan peran data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi, sehingga analisanya lebih akurat.Lokasi aman tidak hanya ditentukan berdasarkan lokasi ketinggian tempat saja, akan tetapi juga dapat menggunakan analisa bangunan yang kuat terhadap tsunami dan berpotensi sebagai tempat evakuasi vertikal. Lokasi untuk evakuasi vertikal sangat penting mengingat waktu kedatangan tsunami yang sangat cepat, sehingga harapannya adalah penduduk dapat mencapai zona aman dalam waktu yang cepat, sebelum tsunami datang melanda.Pemerintah daerah dapat melakukan analisa bangunan yang tepat untuk digunakan sebagai lokasi evakuasi vertikal.Dalam hal ini peran remote sensing resolusi tinggi juga akan membantu menganalisa bangunan yang rentan dan kokoh kalau diterjang oleh tsunami dan dapat menentukan bangunan yang dapat digunakan sebagai tempat evakuasi vertikal.Metodologi klasifikasinya memang masih perlu ditingkatkan, sehingga tingkat akurasinya juga akan tinggi.

Tahap ketiga yang penting dalam perencanaan evakuasi adalah pembuatan peta respon terhadap tsunami.Peta ini menggambarkan suatu zonasi dimana mengandung informasi waktu yang diperlukan dalam suatu zona untuk mencapai wilayah aman.Sebagai contoh, suatu wilayah digambarkan dalam peta memiliki waktu 30 menit, berarti di wilayah tersebut, jika terjadi tsunami dengan arrival time lebih dari 30 menit dapat dikatakan aman karena mereka dalam waktu 30 menit sudah dapat mencapai lokasi aman, namun kita tsunami yang datang kurang dari 30 menit, maka perlu penanganan khusus di wilayah tersebut, seperti penambahan lokasi evakuasi vertikal.Metode penetapan peta respon masih perlu ditingkatkan, sehingga dapat meningkatkan akurasinya dan peran data remote sensing resolusi tinggi sangat diperlukan disini.

Tahap keempat adalah sosialisasi ke masyarakat dan memberikan pembelajaran ke masyarakat yang berada di zona rawan tsunami, sehingga mereka sangat terlatih dan mengenal tanda-tanda adanya tsunami dan dapat mencapai zona aman tsunami pada waktu yang tepat.Kalaupun usaha sudah dilakukan dan korban masih juga terjadi, semua sudah kehendak yang maha kuasa untuk mengatur semua.Pasrah dan berdoa merupakan suatu usaha yang penting juga untuk mengurangi bencana tsunami dan kesedihan yang berlarut-larut.

Regional Express (RE 4019) Nürnberg – München, 28 Desember 2008

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun