Wisata Sejarah Aceh, Mulailah dari Situs Blang Padang *** Sejarah Aceh, sangatlah luas dan beragam. Tidak hanya “tegak” melawan penjajahan, melainkan juga kisah-kisah romantisme yang eksotik. Sejarah Aceh, tidak hanya terkenal dengan kekayaan alam yang berlimpah, melainkan juga pelajaran-pelajaran religius yang telah mengaliri sebagian besar nusantara ini. Sejarah Aceh, tidak hanya terpaut ribuan tahun silam, melainkan juga terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan dengan kehidupan kita saat ini. Mulai dari konflik berdarah antara Pemerintah Aceh dan Indonesia, melainkan juga, sejarah bagaimana alam merenggut ratusan ribu jiwa orang Aceh. Semua itu tidak pernah hilang dan lekang dari ingatan. Semuanya masih tersimpan rapi dalam hati dan jiwa masyarakat Aceh. Semuanya masih tersimpan di atas-atas tanah yang telah membisu. Walau begitu, dari kebisuan-kebisuan itulah, Aceh berjalan bersama retasan-retasan sejarah. *** Duduk santai menikmati senja di Lapangan Blang Padang, ibarat menatap luasnya sejarah Aceh yang tak mampu ditelusuri seluruhnya. Lapangan seluas delapan hektar ini tak hanya menjadi saksi perjuangan bangsa Aceh, melainkan juga saksi betapa dahsyatnya tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004 silam. Jerit tangis perjuangan seolah memanggil dari setiap sudut kota Banda Aceh. Jerit tangis akan perjuangan melawan penjajah Belanda dan jerit tangis perjuangan dalam mempertahankan hidup saat tsunami. Sejarah itu seolah tetap bersuara, sebagaimana ratusan batu yang bertuliskan pada prasasti-prasati berbentuk perahu di berbagai sudut Blang Padang. Prasasti itu berupa ucapan terimakasih atas kesetiakawanan, kepedulian tanpa pamrih kepada Negara-negara yang telah berjasa membantu rehab rekons Aceh pasca tsunami. Zaman dahulu, lapangan ini tidak lain sebuah lokasi persawahan rakyat. Sultan Iskandar Muda yang saat itu memimpin Kerajaan Aceh membeli lahan persawahan itu dan tidak lama setelah itu diwaqafkan kepada imam Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Sebenarnya, Lapangan Blang Padang ini termasuk salah satu situs sejarah Aceh. Banyak kisah sejarah yang sudah terukir dari lapangan ini. Hanya saja, Lapangan Blang Padang bukanlah dibuat langsung oleh tangan manusia, sehingga terasa berbeda dengan situs-situs sejarah lainnya di Aceh.
Diakui, sore hari merupakan waktu yang paling tepat mengunjungi Blang Padang. Berbagai aktivitas warga dapat kita lihat langsung sambil duduk santai di bawah rimbunnya pohon, tak lupa pula, sambil menikmati jajanan yang di gelar masyarakat. Saat duduk, coba perhatikan Lapangan Blang Padang secara seksama. Maka mata kita akan dapat langsung melihat monument pesawat Dakota Seulawah 001. Dalam sejarahnya, pesawatini dibeli dari uang sumbangan rakyat Aceh dan menjadi cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways. Lalu, di trek lari selebar satu meter yang mengelilingi lapangan, kita juga dapat melihat prasasti berbentuk perahu. Itu merupakan prasasti “Thanks to the World”, yaitu sebuah bentuk ucapan terimakasih kepada Negara-negara yang sudah terlibat dalam program pemulihan Aceh setelah bencana. Kita juga bisa melihat megahnya bangunan Museum Tsunami yang letaknya hanya di seberang jalan dari Blang Padang. Kita bisa melihat lebih dekat museum itu hanya dalam waktu lima menit dengan berjalan kaki. Alangkah baiknya, untuk berkunjung ke museum itu, hendaknya kita datang pada pagi atau siang hari agar dapat memiliki waktu yang lebih banyak dan dapat melihat berbagai kegiatan yang ada di museum. Sebenarnya, kita dapat mengunjungi sebagian besar peninggalan sejarah Aceh dari Blang Padang ini. Apalagi, berbagai situs sejarah di Kota Banda Aceh, letaknya sangat dekat bahkan bersebelahan dengan Blang Padang. Nyaris, kita hanya butuh waktu 10 sampai 20 menit sambil berjalan kaki. Ya, berjalan kaki. .
Mulai dari Taman Sari, peninggalan sejarah Gunongan, Lonceng Cakra Donya, Taman Putroe Phang, Meuligo, Museum, Rumoh Aceh, hingga kuburan prajurit Belanda, Kerkhoff, semuanya dapat di tempuh dengan jalan kaki dari Blang Padang. Mengunjungi berbagai situs yang saling berdekatan itu memang lebih menarik sambil berjalan kaki, apalagi jika kita datang dengan rombongan. Akan lebih terasa “ruh” situs-situs yang kita kunjungi. Karena, antara satu situs dengan situs lainnya –beberapa diantaranya-- memiliki histori yang saling terikat. Tidak berdiri sendiri.
Mudahnya menyusuri Situs sejarah dari Plang Padang Kebetulan, di sekitaran Blang Padang juga terdapat beberapa hotel dan penginapan dengan layanan yang menarik, tentunya dengan harga yang terjangkau oleh kantong kita. Serba komplit. Mulai dari beribadah di Mesjid Raya Baiturrahman, olah raga, menikmait kuliner, berbelanja sopenir di Pasar Aceh, mengunjungi situs sejarah, semuanya dapat kita lakukan dari Blang Padang. Tanpa sadar, kita pun dapat menghemat pengeluaran saat di Banda Aceh.
Kebetulan, sejak tahun 2011 lalu, Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Dinas Pariwisata, telah banyak melakukan berbagai event budaya yang selama ini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Aceh. Jadi, kita tidak hanya dapat mengunjungi situs sejarah, melainkan juga dapat melihat langsung berbagai atraksi budaya yang sering –lagi-lagi-- di adakan di Blang Padang dan beberapa situs sejarah yang saling berdekatan. Contohnya adalah Pagelaran Putroe Phang Art and Music Weekend Show. Kegiatan rutin ini dilaksanakan setiap akhir pekan dan dimulai dari pukul 16.15 sampai dengan 18.10 di Taman Putroe Phang. Jaraknya, hanya 15 menit jalan kaki dari LapanganBlang Padang. Nah, jika ingin berhemat pengeluaran saat melakukan kunjungan ke Kota Banda Aceh, mulailah dari Blang Padang. Selamat mencoba segala keragaman yang tersaji di sini.*** ............................................................................................................. “Thanks to the World”
Bangsa Aceh adalah bangsa yang tidak pernah melupakan jasa siapa pun. Begitu pula terhadap para tamu yang datang membantu dan memulihkan kondisi Aceh. Khususnya, paska gempa dan tsunami Aceh pada 2004 silam. Rasanya, ucapan terimakasih saja terasa tidak cukup. Karena, kehadiran sekitar 600 Non-Governmental Organizations (NGO) dari 34 negara, tidak hanya membantu memperbaiki dan membangun kembali Aceh yang telah porak poranda dalam bentuk materi (seperti bangunan dan fasilitas umum), melainkan juga terhadap psikologi para korban yang telah kehilangan keluarga dan harta benda.
Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan jika Pemerintah Aceh membangun prasasti-prasasti ucapan terimakaih tersebut di berbagai sudut Lapangan Blang Padang, Banda Aceh. Pada prasati “Thanks to the World” tersebut di tulis dalam tiga bahasa. Yaitu Bahasa Indonesia, Inggris dan bahasa masing-masing negara. Kini, Blang Padang tidak hanya menjadi pusat aktivitas berbagai event besar di Aceh, melainkan juga menjadi salah satu jantung utama Kota Banda Aceh. Berbagai fasilitas olahraga, seperti Lapanganbasket, Lapangansepak bola, lintasan lari jarak pendek, telah menjadikan Blang Padang sebagai taman sejarah, pendidikan, olah raga dan wisata. Sebuah konsep komplit yang sangat menarik. Berbagai aktivitas di sini tidak hanya pada sore hari saja, bahkan, pada pagi hari pun LapanganBlang Padang tetap ramai dengan berbagai aktivitas. Mulai dari anak-anak sekolah, masyarakat umum yang berolah raga hingga para pelancong yang hendak melihat lebih dekat prasasti “Thanks to the World”. ------------------------------------------------------------------------------------------- Penggalan Sejarah Blang Padang Pada masa kerajaan Aceh di pimpin oleh Sultan Iskandar Muda, saat itu, Lapangan Blang Padang merupakan areal persawahan rakyat. Lalu, Sultan mengambil alih dengan membeli lokasi persawahan tersebut. Tidak lama, karena, setelah itu Sultan Iskandar Muda mewakafkannya kepada imam Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Mengapa Blang Padang di wakafkan kepada imam Mesjid Raya Baiturrahman? Dahulu, Sultan Iskandar Muda melihat jika Imam Masjid Raya tidak di gaji. Sedangkan satu sisi, seorang imam juga harus memenuhi kebutuhan keluarganya. Oleh sebab itu, wakaf ini tidak lain untuk di jadikan lahan sawah atau kebun untuk mencukupi kehidupan imam dan keluarganya. Jadi, secara histori, tanah ini merupakan tanah musara (wakaf).
Pada tahun 1800-an, petakan-petakan sawah Blang Padang ini ditimbun sehingga menjadi lapangan. Kemudian oleh Belanda Lapangan ini dimanfaatkan sebagai lapangan upacara dan berbagai kegiatan lainnya. Bahkan, pada masa pimpinan Syamaun Gaharu dimana pada saat itu beliau merupakan seorang panglima daerah militer Aceh (KDMA), sebuah stadion di bangun di atas lapangan ini. Namun terpaksa dibongkar pada tahun 1891. Penggalan-penggalan sejarah Blang Padang ini terpapar rapi dalam catatan K.F.H Van Langen. Sekitar tahun 1888, Van Langen mencatat bagaimana awal mula sejarah Blang Padang. Catatan-catatan itu pun akhirnya terangkum dalam sebuah buku yang berjudul;“De Inrichting van het Atjehsche Staats- bestuur onder het Sultanaat”. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya