Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Wajah Seram dalam Angkot

29 Juni 2015   07:08 Diperbarui: 29 Juni 2015   08:34 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pagi yang sibuk . Jalanan macet.  By Pass Soekarno Hatta  bandung seperti untaian mobil   dari  perapatan jalan Ibrahim Ajie (Kiaracondong)  hingga ke kawasan metro. Semestinya Diandra tak  mesti repot begini kalau bukan gara-gara putri bungsunya  Rathu  mengSMS dirinya. Tugas  dari guru yang semalaman ia kerjakan  tertinggal dimeja tamu. Jam 09.30 gurunya minta tugas dikumpulkan. Jadi Diandra terpaksa  harus mengantarnya ke sekolah Rathu.

Diandra  yang baru beres menjemur cucian  bergegas mematikan kompor gas  yang tengah merebus tulang iga untuk membuat sup. Lalu mengunci semua pintu jendela . Dan  menyambar tasnya serta berkas  tugas milik Rathu. Langkahnya secepat angin sehingga tak sempat ia membalas lambaian tangan Ibu Dina tetangganya.  Ia langsung duduk di angkot.

 Supir angkot  mengemudikan angkot lusuh itu  di antara kemacetan dan sempat-sempatnya mengetem  di beberapa  tikungan. Asap  rokok yang dikepulkannya merasuk paru-paru Diandra hingga terbatuk-batuk. Ada  lelaki  bertampang seram berjaket kulit , memangku tas  besar , duduk di hadapannya . Lelaki itu sibuk memperhatikan Diandra. Ada juga lelaki  berjaket kulit , bertas besar, duduk dipojok belakang. Selain dua lelaki itu dan Diandra, tak ada penumpang lain, angkot  nyaris kosong. Lelaki mencurigakan tetap tak bergeser dan  duduk di depannya. Yang  satu lagi  di pojok belakang, sama seramnya, juga memperhatikan dirinya. Kalau bukan karena  kehabisan uang receh untuk membayar angkot, ia pasti sudah  turun dan ganti  angkot.

 Hanya  ada selembar  uang seratus ribu rupiah di tasnya plus uang receh 8 lembar  seribuan  untuk bayar angkot  jurusan Gede Bage  Stasiun pulang pergi. Angkot bercat hijau muda terang ini. Dibayar pakai uang 50,000 saja supir angkot sering marah-marah,”Nggak ada uang kecil Bu?” biasanya mereka protes. Apalagi dengan lembar 100.000. Mereka suka marah-merah dan mengomel.  Lagipula  lembaran ini harus ia hemat dan harus  cukup bagi Diandra sampai  5 hari  3 hari ke depan. Mulai dari ongkos angkot anak sampai belanja buat masak.

 Diandra tahu betul banyak cerita soal kawanan penjahat dan pencopet  di angkot. Ada yang  duduk di dekat pintu, atau dibelakang. Ada yang naiknya pura-pura tak bersamaan , padahal komplotan. Dan mereka biasanya berjaket dan bawa tas besar. Bergidik  Diandra sambil matanya  terus  waspada. Ia memasang tampang galak, kalau bisa  , Diandra mengubah dirinya agar tampak sangar.

Panas  matahari menerpa punggungnya. Ah, kasihan anakku, gumamnya dalam hati. Setiap pagi dan petang menumpang angkot begini  . Menempuh beberapa kilometer dari pinggiran Bandung  untuk menjangkau sekolah favorit  di kota. Satu jam yang menjemukan.

 

Bukan hanya melewati jalanan Bandung yang macet  begini, tapi juga harus menyedot asap lautan motor yang menyesaki jalanan . Motor yang bukan saja  berbaris seperti kerumunan semut di jalur lambat, tapi juga merangsek ke atas trotoar dan jalur cepat. Menyalib angkot ugal-ugalan sehingga beberapa kali supir angkot itu meneriakkan  omelan kepada  pengemudi motor yang  main serobot saja.

 Angkot-angkot kebanyakan kosong .Banyak yang isinya hanya satu dua penumpang. Mereka mengetem dimana-mana. Pernah Rathu putrinya beberapa kali diturunkan di tengah perjalanan , lantaran  tinggal dia sendirian, karena akan berputtar trayek balik.

Sering pula angkot nakal  memilih lewat jalur cepat jalan Soekarno Hatta, sehingga menghentikan penumpangnya di tengah jalan. Saat itu hujan angin yang sangat  lebat . Rathu yang biasanya turun di sebuah shelter di tepi jalur lambat, harus kehujanan gara-gara diturunkan di jalur cepat, sehingga harus menyeberangi satu lintasan jalur lambat baru bisa mencapai shelter di tepi jalan. Rathu pulang basah kuyup  dan esoknya sakit. Keterlaluan, Diandra  menggerutu dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun