Mengisahkan puasa pertama ,tahun 1970 , 53 tahun silam, itu tahun puasa pertamaku sehari penuh. Sebelumnya puasa hanya 1/2 hari , atau 3/4 Â hari. Puasa pertama sehari penuh , baru mampu di usia 6 tahun. Terinspirasi anak-anak tetangga di Jalan Larkin 2, Johor Baharu , Malaysia. Po'man, anak tetangga yang masih 5 tahun saja tampak biasa-biasa saja berpuasa dari imsak hingga magrib. Bocah itu kadang memanjat pohon rambutan dengan santai di depan rumahnya. Mengaso di tengah hawa panas.Temperatur udara di sana lumayan bikin gerah.
Sebelumnya , puasa hanya mampu sampai jam 1 siang, atau jam 3 sore. Di Bandung waktu belajar puasa setengah hari masih bersekolah di TK Citarum (sekarang SMAN 20). Anak kecil masa itu sering tergoda buka puasa gara-gara coklat payung warung di sebelah sekolah. Kadang tukang harum  manis yang lewat juga sangat menggoda. Atau roti tawar Braga  Permai  dan kue bolu koja buatan nenek jadi alasan buka puasa.
Tapi sejak pindah ke Johor seperti ada semangat dan motivasi baru untuk belajar puasa.
Saat itu saya, ibu dan 2 adik lelaki belum lama pindah ke kota Johor  dari Kota Bandung ,  menyusul ayah yang lebih dulu bermukim di sana, karena tugas mengajar di Sekolah Sultan Ismail Johor Baharu.
Rumah sewa di jalan Larkin  berhalaman luas. Anak-anak tetangga kakak beradik berdatangan memperkenalkan diri. Ami, Kadi, Jali , Kandar , Saha dan Po'man. Keluarga Melayu yang tinggal seberang rumah itu semuanya ramah.
Sejak berteman dengan mereka , jadi terbawa kebiasaan tangguh mereka berpuasa mereka. Po'man yang umurnya setahun di bawah saya saja  sudah berpuasa penuh. Akhirnya mendadak terbawa jadi kuat berpuasa. Kalau kepanasan saya  ikuti juga kebiasan mereka rebahan di  atas lantai.
Ketika santap malam berbuka puasa, mereka lakukan di luar rumah. Ada semacam tenda panjang dengan meja makan panjang. Kami bisa menyaksikan betapa bahagianya keluarga besar dengan 8 anak itu saat makan malam usai shalat magrib itu dari depan rumah kami.
Jika menjelang magrib, dari halaman rumah kami tampak kesibukan  mereka. Ada ruangan sejenis gazebo dengan meja memanjang. Sehabis shalat magrib mereka makan malam, tidak menggunakan sendok. Masakannya mirip-mirip masakan  Padang.Â
Pernah kami diajak buka puasa juga bersama mereka. Cek Awang (nama ayah dari Amii, Kadi, Jali, Po' man, dan Kandar) sangat ramah. Istrinya Mak  Itam menyediakan  nasi briani  dan teh tarik  yang legit dan hangat. Sayang kami tak punya fotonya, tapi ada potret suasana makan malam bareng di rumah beliau saat acara sedekahan, alias syukuran. Duduknya terpisah antara bapak bapak dan ibu-ibu..