Selamat Ulang Tahun  Kompasiana, 14 Oktober 2019
Saya baru 6 tahun menulis di Kompasiana. Meski belum banyak tulisannya. Tapi saya merasakan kebahagiaan  dalam setiap kesempatan menulis.Â
Pertama menulis di Kompasiana tahun 2013.  Karena menulis di Kompasiana itu, seperti apapun hasilnya, adalah sebagai bentuk  refreshing,  berkreasi dan  mengasah  nalar dan menambah pengetahuan juga. Menulis di Kompasiana itu proses belajar yang  menyenangkan. Untuk saya.
Waktu itu saya belum engeh, karena blog Kompasiana  memiliki tradisi  pertemanan yang khas bersahabat.Â
Ada pertemanan, ada komentar, ada voting like juga ada follower dan following. Sayangnya saya belum bisa terlalu aktif  ikut kontribusi dengan pertemanan ala media sosial.
Meski demikian, saya tetap 'berjalan-jalan' dari satu tulisan ke tulisan yang lain di Kompasiana itu mengasyikkan. Ribuan ruh dan karakter gaya menulis tumpah ruah di sini. Mulai dari yang kekinian sampai yang penuh kedewasaan bijak  ala  jadul. Nah, saya harus memilih ikut arus yang mana? Ya ikuti saja suara hati dan suasana hati, sesuai waktu dan kesempatan.
Sayangnya, rasa selalu rindu menulis ini tidak bisa  terpenuhi. Kadang saya tak bisa menyisakan enerji atau waktu untuk sempat tulis menulis. Tapi saya bisa menuangkan dalam bentuk tulisan , betapa banyak kalangan emak-emak tanpa asisten rumah tangga yang waktu dan tenaganya tersita habis  bukan untuk dirinya sendiri. Dalam tulisan  "Siapa Bilang Ibu Rumah Tangga Tidak Perlu Cakap".
Lain ketika saya  kurang 'Pede' karena dari segi usia lumayan , sudah sepuh. Tapi di Kompasiana saya menemukan mereka yang tetap semangat menulis di usia emas. Justru memang  ini cara untuk menekan pikun. Pak Tjip dan Ibu Roseline, Teh Intan, Maria G Soemitro.....  dan banyak lagi, mereka juga sumber inspirasi dan semangat saya.
Betul , menulis tak kenal usia. Juga saya pikir apapun yang kita tulis, pasti ada manfaatnya.  Setidaknya ada info yang tersampaikan untuk pembaca. Dan untuk yang menulis seperti  saya ini,  jelas mengasah ingatan. Biar tidak cepat pikun. Begitu yang pernah saya baca dari tulisan Pak Tjip, yang  selalu saja menginspirasi dan penuh manfaat.